REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid angkat bicara soal bebasnya dua pembela HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari tuduhan pencemaran nama baik. Usman meyakini putusan ini dapat menjadi preseden baik.
"Hari ini bisa jadi awal yang baik bagi upaya perlindungan atas kritik, kebebasan berekpresi dan kerja-kerja pembela HAM," kata Usman dalam keterangannya pada Senin (8/1/2024).
Usman meyakini kasus hukum yang menimpa Haris-Fatia sudah janggal sejak awal. Sehingga Usman memandang vonis bebas wajar diberikan kepada keduanya.
"Dari awal, kasus yang dialami Fatia-Haris ini semestinya tidak pernah terjadi. Vonis hari ini harus menjadi acuan bahwa siapapun yang kritis terhadap perilaku pejabat publik tidak boleh dibungkam," ujar Usman.
Usman juga mengingatkan materi yang disampaikan Haris-Fatia mestinya disikapi bijak sekaligus menjadi bahan evaluasi.
"Ke depannya, apa yang dikritisi Fatia-Haris dalam video YouTube harus diinvestigasi oleh aparat penegak hukum," ujar Usman.
Diketahui pada 8 Januari 2024, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan putusan tidak bersalah kepada Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, dan mantan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam sidang pidana pencemaran nama baik kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kasus tersebut bermula dari tayangan video YouTube berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.”
Video yang ditayangkan pada 20 Agustus 2021 tersebut memuat bincang-bincang Haris dan Fatia mengenai kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia yang berjudul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya', lalu membahas hubungan antara operasi militer di Papua dan dugaan konflik kepentingan Luhut atas bisnis pertambangan di wilayah tersebut.
Dalam tayangan video itu, Haris yang merupakan Direktur Eksekutif Yayasan Lokataru dan Fatia, yang ketika itu menjabat sebagai Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), menduga Luhut terlibat dalam bisnis pertambangan emas di Papua. Diskusi itu juga membahas operasi militer di Papua yang terkesan melindungi kepentingan pertambangan di provinsi tersebut.
Luhut membantah klaim yang dibicarakan Haris dan Fatia itu. Pensiunan jenderal TNI Angkatan Darat itu kemudian mensomasi kedua aktivis tersebut dan menuntut mereka untuk membuat permintaan maaf.
Karena Fatia dan Haris menolak meminta maaf, Luhut kemudian melaporkan mereka ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021 atas kasus pencemaran nama baik di Mapolres Metro dan menggugat mereka sebesar Rp100 miliar.
Sidang atas Fatia dan Haris dimulai pada 3 April 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Berdasarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum, Fatia dan Haris didakwa melanggar ketentuan pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 3 UU ITE juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.