Tumpak mengatakan, komunikasi dan hubungan langsung antara Firli dengan SYL selaku objek penyelidikan dan penyidikan di KPK itu pun, tanpa disertai dengan pemberitahuan kepada komisioner KPK lainnya. Sehingga, menurut Dewas dalam putusannya, komunikasi dengan SYL tersebut menimbulkan kepentingan pribadi bagi Firli sebagai pemegang jabatan ketua komisioner di KPK.
“Bahwa hubungan langsung, maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK dan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai pertemuan dan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo yang telah dilaksanakannya itu telah menimbulkan benturan kepentingan,” kata Tumpak.
Etika dan perilaku Firli tersebut, dalam putusan Dewas menegaskan, tak mencerminkan sikap, serta kepribadian dan teladan sebagai pemimpin di KPK. Pun sebagai bentuk sikap dan perilaku yang tak dapat dipertanggungjawabkan sebagai ketua maupun anggota KPK.
Dewas, dalam putusan etiknya itu, menebalkan Firli melanggar Pasal 4 ayat (2) a, Pasal 4 ayat (1) j, dan Pasal 8 e Peraturan Dewas KPK 3/2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Prilaku KPK. Atas pelanggaran tersebut Dewas KPK meminta Firli mengundurkan diri dari jabatannya di KPK.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa saudara Firli Bahuri berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK,” kata Tumpak.
Dalam pertimbangan putusan, Dewas KPK tak memberi ampunan bagi Firli, karena tak ada perbuatan yang meringankan. “Hal yang meringankan. Tidak ada,” kata Tumpak.
Firli tak mengakui perbuatannya...