REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah tungku milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, pada Ahad (24/12/2023) pagi WITA, dilaporkan meledak. Jumlah korban kecelakaan kerja hingga saat ini sebanyak 51 orang, 13 pekerja di antaranya meninggal.
Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Morowali, Katsaing menyampaikan, ledakan terjadi saat karyawan pero silicone PT ITSS sedang melakukan perbaikan tungku. Sialnya, ledakan justru terjadi saat karyawan melakukan pemasangan pelat pada bagian tungku
"Akibatnya, beberapa tabung oksigen di sekitaran area juga meledak," ungkap Katsaing dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad. Tidak mengherankan, hal itu menimbulkan banyak korban jiwa.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, peristiwa itu merupakan dampak dari investasi Cina di Morowali yang menyebabkan upah murah dan mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Oleh karena itu, Said meminta segera Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membentuk tim pencari fakta.
"Hari ini juga tim pencari fakta harus turun ke lapangan untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi. Persoalan K3 sudah terjadi berulang-ulang. Bahkan sampai memakan korban jiwa. Ini tidak bisa dibiarkan," kata Said.
"Karena persoalan K3 sudah sering terjadi, kami juga meminta pidanakan pengusaha. Seringnya terjadi kasus, hal itu menunjukkan bukan saja karena kelalaian, tetapi diduga akibat terjadinya pembiaran," ucap Said melanjutkan.
Said juga meminta pemerintah dan pengusaha memberikan santunan kepada yang meninggal dunia, termasuk biaya pemakaman hingga biaya pendidikan anak-anak korban. Begitu pun yang luka-luka, sambung dia, harus ditanggung biaya berobat dan santunan kecelakaan dibiayai negara
"Penerapan K3 harus benar-benar dipastikan berjalan dan ada sanksi berat bagi yang melanggar," ucap Said.
Selain itu, Partai Buruh mendesak agar UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja segera direvisi, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Terlebih di UU tersebut hanya mengatur sanksi Rp 100 ribu bagi pengusaha, sehingga tidak memberikan efek jera.