REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Praperadilan tersangka Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kandas. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Firli selaku tersangka korupsi.
Hakim tunggal Imelda Herawati pun menguatkan dalil Polda Metro Jaya tentang keabsahan status hukum Firli sebagai tersangka korupsi berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi, hadiah atau janji.
“Mengadili: dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon (Polda Metro Jaya,” kata Hakim Imelda saat membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel, Selasa (19/12/2023). “Dalam pokok perkara: Menyatakan permohonan praperadilan pemohon (Firli Bahuri) tidak dapat diterima,” kata Imelda.
Dengan putusan praperadilan tersebut, status Firli sebagai tersangka, tetap melekat. Dan kasus korupsi yang menjerat purnawirawan bintang tiga kepolisian itu bakal berlanjut ke pembuktian pokok perkara di pengadilan.
Dalam pertimbangan hakim, ada sejumlah alasan mengapa praperadilan ajuan Firli itu tak dapat diterima. Beberapa di antaranya, dikatakan Hakim Imelda, bahwa dalil praperadilan yang Firli ajukan melalui tim pengacaranya, sudah masuk ke dalam materi maupun pokok perkara. Yaitu menyangkut soal motif, dan sikap batin, juga unsur-unsur perbuatan pidana, serta alat-alat bukti, dan pembuktian terkait sangkaan yang dialamatkan penyidik kepada Firli.
“Sehingga dalil pemohon (Firli) tentang pemohon tidak memenuhi unsur mens rea atau sikap batin, atau actus reus atau perbuatan yang dilakukan tidaklah relevan untuk dilakukan pemeriksaan dalam persidangan preperadilan,” begitu kata Hakim Imelda.
Pun dalil Firli tentang beberapa materi permohonan, seperti keabsahan pelaporan, yang bukan bagian dari objek praperadilan. Juga menyangkut soal keabsahan status penetapan tersangka yang dikatakan Firli tanpa melalui penyelidikan, dan penyidikan, serta tak adanya alat bukti yang cukup.
Hakim berpendapat, penyidik di kepolisian mampu membuktikan tentang kebsahan penetapan tersangka terhadap Firli itu dengan menunjukkan bukti-bukti formil. “Maka dengan demikian, dalil permohonan pemohon tersebut haruslah dinyatakan ditolak, atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” sambung Hakim Imelda.