Selasa 19 Dec 2023 11:21 WIB

Temuan Aliran Dana Ilegal Kampanye, Jokowi Minta Diproses Sesuai Aturan Hukum

PPATK telah menyerahkan temuan itu ke KPU dan Bawaslu.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo
Foto: Setpres
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal dana kampanye pemilu 2024 di partai politik agar diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Ya semua yang ilegal dilihat saja. Sesuai dengan aturan ya pasti ada proses hukum," kata Jokowi usai peresmian Jembatan Otista di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/12/2023).

Baca Juga

Jokowi pun berpesan agar penegak hukum memproses temuan tersebut dengan benar.

"Ya semua harus mengikuti aturan yang ada. Sudah," ujar Jokowi.

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebut laporan transaksi mencurigakan ke PPATK naik 100 persen, yang beberapa di antaranya diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan kampanye Pemilu 2024. Hal ini disampaikannya selepas menghadiri acara "Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara" di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

"Kita lihat transaksi terkait dengan Pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami," kata Ivan.

Dalam kesempatan sama, Ivan juga menyinggung beberapa kegiatan kampanye yang dananya tidak dari rekening khusus dana kampanye (RKDK) karena PPATK mengamati tidak ada catatan transaksi yang bersumber dari RKDK dari beberapa kegiatan kampanye.

"Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu dari mana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye," kata Ivan.

Dia menyebut PPATK telah menyerahkan laporan terkait dugaan itu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Saat ini kami masih menunggu respons dari Bawaslu dan KPU," kata Kepala PPATK.

Menurut Ivan, PPATK menduga ada dana-dana kampanye yang bersumber dari tambang ilegal, yang nilainya diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Karena itu, Ivan menegaskan PPATK berkomitmen terus mengawasi transaksi-transaksi keuangan yang berkaitan dengan pemilu.

Adapun berdasarkan data 2022, sepanjang periode 2016 sampai 2021 PPATK telah membuat 297 hasil analisis yang melibatkan 1.315 entitas yang diduga melakukan tindak pidana dengan nilai mencapai Rp 38 triliun. PPATK juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan nilai potensi transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp 221 triliun

Beberapa waktu lalu, PPATK memang menjanjikan akan terus mengawasi kemungkinan adanya aliran dana haram selama Pemilu 2024. Ivan menegaskan, PPATK siap untuk menelisik dana kampanye peserta Pemilu 2024 guna mendeteksi aliran dana hasil kejahatan.

Ivan menambahkan, PPATK juga telah menyampaikan laporan kepada penyidik soal dugaan dana hasil kejahatan lingkungan sebesar Rp 1 triliun mengalir ke partai politik untuk kepentingan pemenangan Pemilu 2024.

"Ya (laporan sudah disampaikan ke penyidik). Kami terus proses. Itu (analisis dana kejahatan lingkungan mengalir ke parpol) sudah selesai dari kita," kata Ivan.

PPATK mengungkap temuan aliran dana ilegal itu pertama kali pada 19 Januari 2023. PPATK menyebut, uang hasil kejahatan lingkungan atau //green financial crime// (GFC) mengalir ke anggota partai politik untuk membiayai kegiatan pemenangan Pemilu 2024. Jumlah uang hasil kejahatan itu mencapai Rp 1 triliun.

PPATK menyebut, uang haram tersebut berasal dari kejahatan pembalakan liar atau illegal logging. Uang tersebut mengalir ke anggota parpol sejak tiga tahun lalu. Pada pertengahan Agustus 2023, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani menyebut pihaknya tak berwenang menyidik aliran dana hasil kejahatan lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement