REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PSI Ade Armando angkat bicara soal Presiden BEM UGM Gielbran M Nur yang memberikan gelar tak mengenakkan buat Presiden Jokowi. Menurut Ade, prestasi Gielbran adalah melecehkan Presiden Jokowi.
"Ia (Gielbran) melontarkan hinaan bahwa Jokowi adalah raja culas yang licik," ujar Ade Armando lewat unggahan video di akun X (Twitter), kemarin.
Menurut Ade, Gielbran sering diundang dalam acara yang membicarakan kemunduran Indonesia. Namun, ia memandang presiden BEM itu bukan sebagai sosok intelektual yang berpikiran tajam. "Ia (Gielbran) misalnya ngawur bilang Jokowi adalah contoh khas pemimpin Jawa, karena menurutnya dalam konsep kekuasaan budaya Jawa, etika tidaklah penting," kata Ade.
Mantan dosen UI ini pun mulai mengerti bahwa Gielbran bukanlah pejuang demokrasi yang tulus memperjuangkan kepentingan masyarakat luas. Gielbran sekadar mencari sensasi dan mewakili kepentingan kekuatan politik tertentu di luar kampus.
Ade mengungkapkan, Gielbran diorbitkan oleh lembaga Rumah Kepemimpinan (RK) dikenal dengan singkatan RK. Ia penerima RK sejak 2020.
RK disebut pusat kaderasi PKS di berbagai universitas negeri terkemuka. "Para penerima beasiswa lazim hidup bersama di asrama kader yang menjadi tempat mereka setiap hari menjalani indoktrinasi," ujar mantan pengisi di Cokro TV itu.
Salah satu gagasan kader RK, menurut Ade, adalah soal arti penting memperjuangan syariat Islam. Ia mengungkapkan di berbagai media memberitakan presiden UI 2021 Leonal Alvina Putra yang memberi gelar 'the King of lip service' kepada Jokowi juga adalah alumnus RK.
Kemudian di UI, Ketua BEM 2020 Fajar Adi Nugroho yang menilai Jokowi arogan karena bubarkan UI juga sama. Lantas, ada pula Zaaditaqwa yang melayangkan kartu kuning ke Jokowi saat Disnatalis UI.
Namun akun Leon Alvinda Putra membantah tudingan tersebut. "Yahh ini orang udah substansinya ngaco terus contohnya juga makin ngaco. Sejak kapan saya alumni RK bang? Kurang-kurangin lah ad hominem-nya, malu sama gelar @adearmando61," jawabnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai sindiran tersebut merupakan bagian dari demokrasi di Indonesia. Meski demikian, ia mengingatkan adanya etika sopan santun dan budaya ketimuran yang juga perlu dilakukan.
"Ya itu proses demokrasi boleh-boleh saja. Tetapi, perlu saya juga mengingatkan, kita ada etika sopan santun ketimuran," kata Jokowi di Stasiun Pompa Ancol Sentiong, Jakarta, Senin (11/12/2023).