REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik Zoelkifli (MTZ) mengatakan, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) terkait gubernur/wakil gubernur Jakarta yang nantinya ditunjuk langsung oleh presiden, terasa kembali ke era Orde Baru (Orba).
"Itu kan kalau Jakarta kembali penunjukan (gubernur), itu kembali ke Orba. Jadi, sudah tidak ada semangat desentralisasi. Mau jadi ada diktaktor gitu ya? atau gimana?" kata Taufik saat dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu (6/12/2023).
Menurut dia, RUU DKJ seolah merupakan kelanjutan dari penunjukan penjabat (pj) gubernur. Seharusnya, sambung dia, penunjukan pj gubernur hanya untuk menggantikan sementara gubernur yang selesai masa jabatannya sambil menunggu gubernur terpilih lewat pilkada.
"Saya lihat karena keterusan dari ditunjuknya pj yang kemarin sudah selesai jabatannya sebelum pemilu serentak 2024. Ini kayanya keterusan, Jakarta kok rancangan UU-nya mau dibikin gubernur ditunjuk presiden. Ya nggak ya, harusnya kembali ke semula. Harus sama seperti yang lain (pilkada)," kata Taufik.
Dia menjelaskan, jika sampai gubernur ditunjuk oleh presiden maka terjadi keterbatasan demokrasi bagi warga Ibu Kota. Taufik menegaskan, Jakarta tidak bisa disamakan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan kesultanan.
"Kalau ditunjuk presiden, hak warga dipasung ya? Ada yang bilang bahwa Yogyakarta juga gitu. Tapi Jakarta kan lain, Yogyakarta kan daerah khusus kesultanan. Sedangkan daerah lain seperti Papua dan Aceh, misalkan kan tetap ada pilkada. Harus tetap ada hak demokrasi rakyat," ujar Taufik.
Dia menyatakan, masalah itu juga bisa mematikan demokrasi di Jakarta. Maka dari itu, Taufik menyarankan, seharusnya DPR menolak atau mengubah hal tersebut. Pasalnya, RUU DKJ masih rancangan dan hanya Fraksi PKS DPR yang menolak.
"Jadi tentu saja, saya berpendapat seharusnya teman-teman kita di DPR menolaklah atau mengubah itu. Kan ini masih rancangan. Mengembalikan ke fungsi yang semula," kata Taufik.