REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Firli Bahuri telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai ditetapkan jadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Namun, dia diketahui tetap menerima gaji sebesar 75 persen.
“Karena sudah jadi tersangka, maka Firli penghasilannya dipotong 25 persen. Artinya, dia tetap menerima 75 persen walau nonaktif,” kata eks penyidik KPK, Yudi Purnomo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/11/2023).
Secara terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri membenarkan hal itu. Dia menyebut, Firli masih menerima haknya sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2006.
"Jadi PP tahun 2006 itu memang mengatakan demikian, ketika diberhentikan sementara itu berhak menerima penghasilan 75 persen dan itu tetap berlaku PP, maka tidak boleh kita simpangi tentunya, nanti akan ada peraturan yang kita langgar," kata Ali kepada wartawan.
Adapun aturan yang dimaksud, yakni PP Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK. Dalam Pasal 7 aturan itu disebutkan, 75 persen penghasilan yang diterima Firli berupa gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan kehormatan setiap bulan.
Besaran gaji yang diterima Firli saat menjabat sebagai Ketua KPK diatur dalam PP Nomor 82 Nomor 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP 29 Tahun 2006. Pada kondisi normal atau tidak menjadi tersangka, total gaji dan tunjangan yang ia peroleh mencapai Rp RP 123.938.500.
Rinciannya, gaji pokok Rp 5.040.000, tunjangan jabatan Rp 24.818.000, dan tunjangan kehormatan Rp 2.396.000. Sehingga total penghasilan Firli sebagai Ketua KPK aktif yang diterima dalam sebulan dengan bentuk tunai sebesar Rp 32.254.000.
Kemudian, dia juga berhak mendapatkan tunjangan fasilitas berupa tunjangan kesehatan dan jiwa Rp 16.325.000, tunjangan perumahan Rp 37.750.000, tunjangan transportasi Rp 29.546.000, dan tunjangan hari tua Rp 8.063.500.
Total tunjangan fasilitas itu dalam satu bulan mencapai Rp 99.550.000. Namun, tunjangan kesehatan dan jiwa serta tunjangan hari tua diberikan kepada lembaga asuransi, tidak diterima secara tunai.
Namun, setelah diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Ketua KPK, Firli tidak menerima gaji secara utuh. Pasal 7 Ayat (3) PP Nomor 29 Tahun 2006 menyatakan, pimpinan KPK yang menjadi tersangka mendapat penghasilan 75 persen dari penghasilan berupa gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan kehormatan. Sementara itu, Ayat (4) Pasal tersebut menyatakan, Firli tetap berhak mendapatkan tunjangan perumahan, tunjangan kesehatan dan jiwa, serta tunjangan hari tua.
Merujuk aturan itu, Firli masih menerima gaji, tunjangan jabatan, dan kehormatan sebesar Rp 24.190.500 dari nilai seharusnya Rp 32.254.000. Lalu, dia juga tetap mendapatkan tunjangan fasilitas berupa tunjangan perumahan, tunjangan hari tua, serta tunjangan kesehatan dan jiwa senilai Rp 62.138.500.
Dengan demikian, meski sudah berstatus tersangka kasus korupsi dan diberikan sementara dari jabatannya, Firli masih menerima gaji, tunjangan, dan fasilitas total senilai Rp 86.329.000. Sebanyak Rp 61.940.000 diberikan kepada Firli dalam bentuk tunai setiap bulannya. Sedangkan Rp 24.388.500 yang terdiri dari tunjangan kesehatan dan jiwa serta tunjangan hari tua diberikan langsung kepada lembaga asuransi.