REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis politik dari Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi Kusman menilai hak angket sangat mungkin dijalankan DPR untuk menyelidiki putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Apalagi, Majelis Kehormatan MK (MKMK) telah memutus Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat karena terlibat dalam putusan itu.
"MKMK itu sendiri menegaskan telah terjadi pelanggaran etik berat. Artinya, hak angket untuk melakukan investigasi tersebut bisa dijalankan. Apalagi, jika dikaitkan Tap MPR tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Itu masih berlaku," kata Airlangga kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Putusan Nomor 90 diketok Anwar dalam sidang MK pada medio Oktober 2023. Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk maju menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah atau menjabat menjadi kepala daerah.
Putusan itu membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk maju menjadi cawapres. Saat putusan kontroversial itu diumumkan, Gibran masih berusia 36 tahun. Adapun Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran.
Dugaan keterlibatan Jokowi dalam putusan itu, kata Airlangga, bisa jadi fokus hak angket DPR. Pasalnya, hak angket merupakan salah satu instrumen pengawasan DPR terhadap lembaga eksekutif. Menurut dia, hak angket tak bisa dipakai untuk membidik lembaga yudikatif.
"Hak angket bisa mempertanyakan problem tersebut. Ada pelanggaran etik berat. Apalagi, jika dikaitkan dengan Tap MPR tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Artinya, DPR punya hak untuk bertahan," ucap Airlangga.
Menurut Airlangga, di DPR, kubu koalisi pengusung pasangan Ganjar Pranowo- Mahfud MD dan pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin memiliki total 314 kursi. Adapun koalisi parpol pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hanya punya 216 kursi.
Melihat komposisi itu, Airlangga optimistis, hak angket bisa digulirkan dengan lancar di DPR. Persoalannya, saat ini, mayoritas anggota DPR berstatus sebagai caleg pada Pemilu 2024, dan berada di daerah pemilihan (dapil) untuk menggelar sosialisasi.
"Mereka sedang turun ke dapil. Apakah memungkinkan secara kondisi waktu dan tenaga untuk mengorganisir dan mengonsolidasikan hak angket tersebut?" kata Airlangga.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket DPR, sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR bisa menyampaikan usulan angket kepada pimpinan DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama, tanda tangan pengusul, dan nama fraksi para pengusul.
Sebelumnya, politikus PDIP Masinton Pasaribu menyebutkan wacana hak angket terhadap putusan MK terus bergulir. Pihaknya mengeklaim, sudah ada delapan anggota DPR dari tiga fraksi yang sepakat mengusulkan hak angket untuk menyelidiki skandal MK.
"Ada delapan orang yang menyatakan oke. Tetapi, mereka belum tanda tangan (persetujuan hak angket). Enggak usah disebutlah (namanya)," kata Masinton di Jakarta, beberapa waktu lalu.