REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat perkembangan penanganan dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Polda Metro Jaya semakin berbelit-belit. Padahal, kepolisian telah mengumpulkan banyak bukti hingga penggeledahan.
"Bahkan, puluhan saksi dan beberapa orang ahli turut dimintai keterangannya oleh penyidik. Dengan beragam tindakan yang telah diambil Polda (Metro Jaya), semestinya tidak lagi sulit untuk menemukan tersangka di balik perkara ini," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/11/2023).
Selain itu, ICW juga mengkritisi tindakan Polda Metro Jaya yang meminta supervisi dari KPK dalam pengusutan kasus ini. Sebab, jelas Kurnia, kepolisian tidak memiliki kewajiban hukum untuk melakukan konsultasi dengan lembaga antirasuah tersebut.
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak ada kewajiban hukum bagi kepolisian untuk berkonsultasi dengan KPK, apalagi dalam hal ini terduga pelaku merupakan pimpinan lembaga antirasuah itu. Tentu supervisi itu akan menuai problematika, terutama mengenai konflik kepentingan jika kemudian Firli dilibatkan dalam proses tersebut.
Diketahui, Polda Metro Jaya telah memeriksa puluhan saksi terkait kasus pemerasan SYL. Salah satunya yang dimintai keterangan, yakni Ketua KPK Firli Bahuri.
Firli sudah dua kali diperiksa soal kasus ini. Pemeriksaan pertama dilakukan pada 24 Oktober 2023. Kemudian, dia kembali menjalani pemeriksaan di Mabes Polri pada 16 November 2023.
Kepolisian juga telah menggeledah kediaman pribadi Firli di Villa Galaxy, Bekasi Jawa Barat dan sebuah rumah yang ia sewa di Jalan Kertanegara nomor 46, Jakarta Selatan pada 26 Oktober 2023 lalu.
Penggeledahan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan. Namun, hingga kini Polda Metro Jaya belum mengumumkan tersangka terkait kasus tersebut.