REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim Nasional (Timnas) Pemenangan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) telah diumumkan dan mayoritas diisi orang-orang di luar partai politik. Langkah ini dinilai menjadi bagian dari strategi pasangan calon nomor urut 1 tersebut pada Pilpres 2024.
“Saya merasa Tim AMIN menyimpan strategi khusus terkait Timnas ini. Banyak nama besar dari partai pengusung yang tidak masuk line up. Padahal nama-nama besar itu selama ini selalu menjadi pemain inti di partai masing-masing,” ujar pakar komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Ambang Priyonggo, saat dikonfirmasi, Rabu (15/11/2023).
Ambang mengatakan, dengan tingkat persaingan yang begitu ketat maka wajar jika masing-masing kontestan termasuk AMIN menyiapkan strategi rangkap termasuk dalam penyusunan tim pemenangan. Tidak ada nama Ahmad Ali, Ahmad Syahroni, Sugeng Prawoto, dari NasDem atau Jazilul Fawaid, Faisol Reza, Syaiful Huda dari PKB tentu menjadi pertanyaan tersendiri.
“Pun juga tidak ada namanya Shohibul Iman, Jazuli Juwaini, dan Aboe Bakar Alhabsyi dari PKS dalam jajaran co captain bisa jadi menjadi strategi tersendiri,” urainya. Ambang menilai, para petinggi dari tiga parpol yang tergabung dalam Koalisi Perubahan itu akan menjadi lapis kedua pemenangan AMIN. Menurutnya, mereka juga pasti akan bekerja keras di balik layar meski tak masuk dalam daftar nama formal Timnas AMIN.
Terkait munculnya nama Ketua Dewan Syuro Alumni 212 Yusuf Martak sebagai co captain dalam Timnas AMIN, kata Ambang, perlu disikapi secara wajar. Menurutnya, Yusuf Martak juga bagian dari anak bangsa yang punya hak menyampaikan dukungan dan memenangkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
“Perlu dilihat saja apakah kehadiran dia akan membawa narasi-narasi persatuan bangsa atau perpecahan bangsa. Kalau narasinya memecah belah tentu hal itu akan merugikan pasangan AMIN sendiri,” ujar dia.
Ambang mengatakan, Pilpres 2024 merupakan kontestasi ketat yang melibatkan lebih dari dua pasangan calon. Dengan komposisi lebih dari dua pasang calon sebagai peserta Pilpres 2024, dibutuhkan strategi tepat untuk bisa memenangkan kontestasi.
“Situasi ini berbeda jika dibandingkan dengan dua pilpres sebelumnya yang hanya diikuti dua pasangan di mana setiap pasangan bisa langsung fokus untuk melihat kelebihan dan kekurangan saingannya dan menentukan langkah pemenangan. Kalau saat ini mereka harus berhitung dua kali untuk menentukan langkah,” katanya.
Pria lulusan Westminster University Inggris tersebut menilai, jika Pemilu 2024 kemungkinan besar akan berlangsung dua putaran. Hal ini didasarkan pada hasil jajak pendapat dari berbagai lembaga survei yang menunjukkan jika belum ada pasangan yang dominan dengan tingkat elektabilitas lebih dari 50 persen.