Selasa 31 Oct 2023 13:51 WIB

Perludem Beberkan Empat Tantangan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Politik uang atau jual beli suara adalah kasus paling banyak terjadi di Pemilu 2019.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.
Foto:

Titi Anggraini menyampaikan, sejumlah aspek yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu yang membuat tiap suara pemilih dalam mencoblos menjadi bermakna. Di antaranya, mengenai hukum yang tidak boleh direkayasa serta nilai kompetitif tanpa mengandalkan privilege keluarga.

"Untuk mewujudkan makna suara kita butuh pemilu dengan setidaknya enam aspek. Pertama, pemilu tidak mungkin bagus kalau aturan hukumnya direkayasa," kata Titi.

Menurut Titi, jika ada perlanggaran hukum berarti ada persoalan yang terjadi. Menurut dia, tidak mungkin ada prosedur yang baik jika hukumnya bermasalah. Pasalnya, fungsi hukum ada tiga yakni memberikan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.

"Kedua, enggak akan ada pemilu yang bagus kalau penyelenggaranya tidak berintegritas, tidak profesional, tidak netral," ujarnya.

Titi mengatakan, masyarakat perlu mengawasi KPU sebagai penyelenggara pemilu agar dapat bekerja sesuai dengan tupoksinya dan nilai-nilai integritas. Bukan menjadi, misalnya komprador atau perpanjangan kepentingan politik tertentu.

"Penyelanggara pemilu yang berintegritas sesungguhnya sudah mewujudkan 50 persen dari integritas pemilu. Kalau aturannya kurang baik, tapi penyelenggara pemilunya berintegritas dengan inovasi dan progresivitasnya dia bisa menambal yang kurang baik, tapi kalau penyelenggara pemilu bermasalah, aturan yang bagus bisa jadi rusak," kata Titi.

Adapun aspek yang ketiga, yakni pemilu bermakna hanya bisa jika peserta pemilu kompetitif bersaing dengan adil. Kompetisi yang tidak sehat akan melahirkan ketidakadilan-ketidakadilan yang bergulir.

“Bukan main di telikungan, bukan yang sekadar mengandalkan atas budi baik Bapak. Nah itu enggak boleh," kata Titi, tanpa menegaskan pernyataan yang dimaksud.

Keempat, penegak hukum pemilu dilakukan secara efektif dan efisien. Adapun yang kelima, birokrasi dan aparat keamanan netral dan profesional. "Penting sekali memastikan bahwa birokrasi dan aparat keamanan tidak dipolitisasi,"  ujar pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu.

Adapun aspek terakhir atau keenam adalah masyarakat mesti menjadi pemilih berdaya dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang kredibel. Aspek tersebut paling menjadi refleksi buat masyarakat Indonesia dalam memastikan pilihannya adalah yang terbaik berdasarkan paparan informasi yang benar.

"Tidak mungkin bisa membuat pilihan yang kredibel kalau informasi yang kita dapat adalah paparan dari informasi bohong dan ujaran kebencian, di situlah esensi kita sebagai pemilih membuat keputusan secara berdaya berdasarkan informasi yang kredibel," kata Titi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement