REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG - Afrika Selatan pada Sabtu (28/9/2024) menyerukan gencatan senjata segera di Lebanon, di mana Israel memulai serangan udara besar-besaran pekan ini. Serangan itu menewaskan ratusan orang dan membuat ribuan warga sipil mengungsi.
Pretoria menyatakan keprihatinan atas eskalasi baru-baru ini terkait "pembunuhan di luar hukum," terutama pembunuhan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, serta para pemimpin lainnya di Lebanon.
"Skala cedera yang disebabkan oleh ledakan sembarangan Israel sangat mengkhawatirkan dan memerlukan kecaman keras dari komunitas internasional," kata Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan dalam sebuah pernyataan.
"Serangan terhadap warga sipil seperti ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia internasional dan hukum kemanusiaan," lanjut pernyataan itu.
Kementerian tersebut menambahkan bahwa "tindakan-tindakan ini hanya memperburuk situasi tegang di Timur Tengah dan tampaknya bertujuan untuk merusak upaya perdamaian internasional di kawasan tersebut."
"Kami berdiri dalam solidaritas dengan Pemerintah Lebanon di masa sulit ini dan menyatakan dukungan kami setelah serangan-serangan yang terus berlanjut," ujar kementerian tersebut.
Afrika Selatan telah membawa Israel ke Mahkamah Internasional tahun lalu, dengan menuduh negara Zionis itu melakukan tindakan genosida selama kampanye militernya yang berkelanjutan di Gaza, di mana lebih dari 41 ribu warga Palestina telah tewas sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.
Afrika Selatan menyerukan agar para pelaku "kejahatan yang sudah direncanakan" di Lebanon dapat diadili melalui "penyelidikan internasional yang transparan."
"Afrika Selatan mendesak gencatan senjata segera dan kepatuhan terhadap hukum internasional untuk mencegah meluasnya konflik militer regional besar-besaran, yang akan memiliki konsekuensi menghancurkan bagi semua negara yang terlibat," demikian pernyataan itu.