REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia merekam bahwa elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih yang teratas pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Elektabilitas partai berlambang kepala banteng itu sebesar 25,2 persen.
Mereka kemudian merekam alasan responden memilih PDIP. Alasan pertama pemilih PDIP adalah karena terbiasa memilih partai tersebut, yakni sebesar 28,4 persen. Menariknya, alasan terbesar kedua responden memilih PDIP adalah karena sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Di PDIP menarik lagi ini PDIP, 23,9 (persen) karena suka dengan Pak Jokowi. Jadi magnet PDIP di sini mengapa pilih PDIP, Pak Jokowi ini kuat," ujar peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Hendro Prasetyo lewat rilis daringnya, Kamis (26/10/2023).
Namun, pemilih PDIP yang memilihnya karena sosok Megawati Soekarnoputri justru cenderung sangat kecil, yakni sebesar 2,2 persen. Padahal, Megawati notabenenya adalah ketua umum partai berlambang kepala banteng itu.
Karenanya, ia menilai wajar jika ada anggapan publik yang menyebut bahwa partai politik adalah kelompok pendukung sosok tertentu. Namun yang terjadi di PDIP justru menarik, ketika Megawati justru kalah pamor dari Jokowi yang notabenenya adalah kader biasa di partai.
"Jadi Pak Jokowi di sini memang asosiasinya memang masih PDIP di sini ya," ujar Hendro.
"Kalau dilihat dari temuan ini sangat mungkin ya, karena asosiasi Pak Jokowi tinggi sekali dengan PDIP. Itu sangat mungkin kalau kita lihat tren datanya dan ini tidak pertama kali rilis kita sebelumnya begitu juga," katanya melanjutkan.
Gibran tak dipecat
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menjelaskan bahwa data tersebut sangatlah menarik di tengah kabar adanya konflik dari Jokowi dan Megawati. Khususnya setelah adanya putusan MK yang membuat Gibran Rakabuming Raka dapat maju sebagai bakal calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.