REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Antara
Musim hujan di wilayah Jawa dan Selatan Indonesia belum benar-benar tiba meski di sejumlah titik sudah mengalami hujan. Peneliti klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menjelaskan, dasarian III atau sekira akhir Oktober memang banyak terjadi hujan, tapi bukan penanda musim hujan karena memasuki November nanti akan kembali kering.
“Angin Timuran menandakan masih musim kemarau di sebagian besar Jawa atau Selatan Indonesia. Oktober dasarian III memang banyak hujan tapi bukan berarti penanda musim hujan. Karena masuk November akan kering lagi,” ujar Erma kepada Republika, Selasa (24/10/2023).
Erma menjelaskan, kondisi yang dapat disebut musim hujan adalah ketika hujan telah persisten atau terjadi terus selama tiga dasarian berturut-turut atau sebulan penuh. Dia mengungkapkan, awan hujan belum terlihat meratadi Jawa, berbeda dengan wilayah Sumatera dan Kalimantan yang terpantau sudah ada awan hujan secara merata.
“Dengan adanya El Nino, maka monsun musim kemarau itu diperkuat sehingga terjadi anomali pada musim transisi atau peralihan. Oleh karena itu awal musim hujan mundur,” jelas dia.
Erma juga mengatakan, secara klimatologis normal, musim hujan memang masuk pada bulan November. Itu akan terjadi ketika tidak ada fenomena El Nino. Sebab, ketika normal, biasanya angin musim dari Utara, dari Asia, sudah masuk ke wilayah Indonesia pada dasarian ketiga November. Tapi, saat ini El Nino masih berlangsung di Indonesia.
“Potensinya pelemahan angin itu tetap ada, sehingga pada saat Desember pun anginnya masih angin musim kemarau. Jadi nanti tinggal dibuktikan saja kita di bulan November. Karena kita berdasarkan kajian dan riset,” kata Erma.
Klaster awan hujan (MCC) yg terbentuk berhari-hari secara merata di sebagian besar Sumatra, Kalimantan, dan sebagian Jawa dipicu oleh aktivitas siklon tropis Hamoon dan Lola di Teluk Benggala dan S. Pasifik tenggara dekat Papua. pic.twitter.com/8OgAMsgVh2
— Dr. Erma Yulihastin (@EYulihastin) October 24, 2023