Senin 16 Oct 2023 12:56 WIB

Dua Hakim MK Beda Pendapat Soal Penolakan Permohonan Batas Usia

Tidak ada hubungan pemohon dengan norma UU yang dimohonkan.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi para hakim konstitusi bersiap memimpin jalannya sidang putusan Pengujian Formil dan Materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (31/7/2023). Dalam sidang tersebut MK menolak gugatan pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi para hakim konstitusi bersiap memimpin jalannya sidang putusan Pengujian Formil dan Materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (31/7/2023). Dalam sidang tersebut MK menolak gugatan pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10) yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 ini diterima MK pada 9 Maret 2023. 

Pasal yang digugat dalam perkara ini mengatur soal batas usia minimal capres-cawapres, yakni 40 tahun. PSI ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun.

Baca Juga

"Mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (16/10/2023). 

Atas putusan ini, dua hakim MK menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat. Kedua hakim yang beda pendapat itu masing-masing meminta agar gugatan PSI tidak diterima sejak awal dan diterima sebagian.  Tapi keduanya kalah suara dari tujuh hakim MK lain. 

"Terhadap putusan Mahkamah a quo, terdapat pendapat berbeda dari hakim konstitusi Suhartoyo dan M Guntur Hamzah," ujar Anwar. 

Dalam pernyataannya, hakim MK Suhartoyo menyatakan tidak adanya hubungan antara para pemohon dengan subjek hukum yang dikehendaki dalam petitum permohonannya.

Dengan kata lain, menurut Suhartoyo tidak adanya hubungan kausalitas antara hak konstitusional yang dimiliki para pemohon dengan norma undang-undang yang dimohonkan pengujian. "Dengan demikian terhadap para pemohon tidak terdapat adanya anggapan kerugian baik aktual maupun potensial," ujar Suhartoyo. 

Sehingga Suhartoyo menegaskan terhadap para pemohon tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan ini.  "Seharusnya MK menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Suhartoyo. 

Adapun hakim MK Guntur hamzah meyakini gugatan PSI layak diterima sebagian. Guntur merupakan hakim MK "bermasalah" yang sukses duduk di kursi hakim MK setelah dikeluarkannya Aswanto. Guntur menjadi hakim utusan DPR RI di MK. 

"Seharusnya permohonan para pemohon dikabulkan sebagian, sehingga pasal a quo dinyatakan inkonstitusional bersyarat," ujar Guntur.

Guntur juga mengutip sejumlah negara yang tak mempermasalahkan usia Capres-Cawapres minimal 35 tahun. Guntur meyakini pencalonan seseorang sebagai Capres-Cawapres dengan usia minimal 35 tahun tergolong hak konstitusi. 

"Penentuan batas usia capres/cawapres tidak diatur dalam konstitusi tetapi berada pada wilayah tafsir yang didasarkan pada prinsip konstitusionalisme dan jaminan atas hak konstitusional warga negara," ujar Guntur. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Polhukam) Mahfud MD menilai MK tidak berwenang mengubah aturan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut dia, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang sedang diuji materi di MK, hanya boleh ditentukan atau diubah oleh DPR dan pemerintah selaku positive legislator.

Sementara itu, gugatan tersebut sempat dikaitkan dengan majunya Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto. Gibran kini berusia 36 tahun.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement