Rabu 04 Oct 2023 18:01 WIB

Dinkes Kota Bekasi Sebut Investigasi Bisa Berujung Penutupan Layanan RS Kartika Husada

Dinkes Kota Bekasi membentuk tim investigasi kasus meninggalnya anak usia 7 tahun.

Rep: Ali Yusuf / Red: Andri Saubani
Sejumlah kerabat berada di dekat jenazah Benediktus Alvaro Darren (7) saat disemayamkan di rumah duka RS St Elisabeth, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (3/10/2023). Benediktus Alvaro Darren merupakan anak berusia 7 tahun yang diduga menjadi korban malpraktik di RS Kartika Husada Jatiasih. Alvaro akan dimakamkan di TPU Padurenan Bekasi pada Rabu (4/10/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah kerabat berada di dekat jenazah Benediktus Alvaro Darren (7) saat disemayamkan di rumah duka RS St Elisabeth, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (3/10/2023). Benediktus Alvaro Darren merupakan anak berusia 7 tahun yang diduga menjadi korban malpraktik di RS Kartika Husada Jatiasih. Alvaro akan dimakamkan di TPU Padurenan Bekasi pada Rabu (4/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dinas Kesehatan Kota Bekasi akan menutup pelayanan kesehatan RS Kartika Husada jika nantinya tim investigasi memberikan hasil adanya temuan malpraktik. Tim investigasi melibatkan beberapa unsur di antaranya Ikatan Dokter Indonesi (IDI), Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tim spesialis ahli THT, konsultan anestesi. 

"Kami telah memberikan laporan kepada Kementerian Kesehatan tentang adanya temuan tindakan operasi amandel yang berimbas pada matinya batang otak. Jika tim investigasi memberikan hasil dan adanya temuan kesalahan, maka kami akan rekomendasikan penutupan pelayanan," kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes Kota Bekasi, dr. Fikri Firdaus saat ditemui Republika di kantor Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Rabu (4/10/2023).

Baca Juga

Fikri menyampaikan pembentukan tim investigasi ini berdasarkan Pasal 75  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47  tahun 2021 tentang Klasifikasi RS, Kewajiban RS, Akreditasi RS, Pembinaan, dan Pengawasan RS dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.  Meski Dinkes Kota Bekasi diberikan kewenangan membentuk tim investigasi, mereka tidak bisa menjatuhkan sanksi, karen hal itu kewenangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan Pasal 65, PP Nomor 47 tahu 2021.

"Kita tidak bisa melakukan itu (sanki) yang berhak melakukan itu menurut Pasal 65, PP nomor 47 adalah Kemenkes" katanya. 

Fikri menuturkan, tim investigasi sudah resmi dibentuk pada 3 Oktober 2023.  IDI Kota Bekasi sudah mulai bekerja melakukan investigasi terhadap kematian pasien atas nama ADA.

"Dan hari ini secara klinis IDI melakukan investigasi atau kajian apa yang telah dilakukan dokter-dokter tersebut terkait operasi kepada pasien ananda Alvaro," katanya.

Dari hasil investigasi itu, tim akan melaporkannya kepada Dinkes Kota Bekasi. Jika ditemukan satu pelanggaran maka Dinkes Kota Bekasi akan merekomendasikan sanksi administratif, merekomendasikan pemberhentian sebagai layanan atau seluruh layanan.

"Jadi bukan menutup RS semuanya. Jika memang yang bersalah layanan THT, atau anestesi akan memberhentikan itu sesuai dengan rekomendasi yang diberikan kepada Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat," katanya.

Sebelumnya, ayah dari Benediktus Alvaro Darren, Albert Francis menjelaskan, anaknya ketika itu dalam kondisi kritis dan tidak sadarkan diri selama dua pekan sejak operasi amandel dilakukan pada Selasa (19/9/2023) lalu. Albert juga menyampaikan sebelum anaknya meninggal dunia, dokter telah menyampaikan, BAD mengalami infeksi di paru-paru sebelah kanan akibat pemakaian ventilator yang terlalu lama.

 

Kejadian bermula saat dua anak Albert, BAD dan J (9 tahun), menjalani operasi amandel di RS Kartika Husada. Dua bocah ini dirujuk dari puskesmas ke rumah sakit tersebut lantaran menderita sakit tenggorokan dan telinga. Keduanya juga harus menjalani operasi pengangkatan amandel.

Anak kedua Albert, BAD, yang terlebih dulu dioperasi pada 19 September 2023. Kabar dari dokter, lanjut Albert, operasi BAD berjalan lancar. Akan tetapi, anak bungsunya itu tiba-tiba kesulitan bernapas beberapa saat kemudian.

Dokter lantas melakukan resusitasi jantung dan memasangkan ventilator terhadap BAD. Menurut Albert, korban dibawa ke ruang ICU dengan kondisi tidak sadarkan diri. Sejak saat itu, BAD tak kunjung siuman hingga akhirnya dinyatakan meninggal.

"Pengamatan dokter syaraf berdasarkan GCS (glasgow coma scale), di situ dokter mengeluarkan diagnosa bahwa anak saya mati batang otak," ujar Albert.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement