Senin 25 Sep 2023 08:34 WIB

Perlindungan Siswa di Daerah Konflik, Tanggung Jawab Siapa

Hak pendidikan anak merupakan salah satu hak tak boleh diabaikan.

Murid sekolah di daerah konflik.
Foto:

Sekolah Aman

Sekolah aman (school safety) merupakan keharusan. Sayangnya, sosialisasi dan penerapan sekolah aman kurang intensif dilakukan pemerintah. Kalah oleh hiruk-pikuk konflik sosial dan masalah pendidikan yang lainnya.

Padahal penting bagi sekolah memiliki protokol keselamatan, sehingga diharapkan kejadian di Rempang tidak terulang di tempat lain. Tujuan sekolah aman untuk melindungi siswa dan warga sekolah dari kematian, cedera dan bahaya di sekolah, merencanakan keberlangsungan pendidikan dalam menghadapi bahaya dan ancaman yang sudah diperkirakan, memperkuat pengurangan risiko dan ketahanan melalui pendidikan.

Inti sekolah aman adalah untuk mengakui hak-hak anak atas kelangsungan hidup dan perlindungan mereka atas keberlangsungan dan partisipasi pendidikan. Pembelajaran sepanjang hayat tidak terganggu oleh bencana atau konflik sosial. Sekolah menyiapkan pintu darurat bila terjadi peristiwa tersebut.

Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh sekolah aman adalah, pertama, kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran bersama komite sekolah dan warga sekolah memiliki wawasan terbuka (growth mindset) mengenai penanganan sekolah di saat terjadi bencana dan konflik sosial. Sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana untuk melakukan penilaian berkaitan potensi bencana alam dan non alam, sekaligus memberikan pelatihan kepada warga sekolah bila terjadi bencana. Penyamaan persepsi mengenai keselamatan siswa adalah prioritas utama penting.

Kedua, dilakukan pendidikan dan pelatihan kepada para guru dan tenaga kependidikan saat terjadi bencana. Apa yang pertama kali harus dilakukan, penetapan titik kumpul hingga jalur evakuasi, hingga langkah yang perlu dilakukan dalam skenario terburuk bila terjadi bencana atau konflik.

Ketiga, aparat penegak hukum perlu terlibat dan mengetahui protokol mitigasi ini. Jika perlu, untuk daerah yang terdapat sekolah, aparat tidak diperbolehkan menggunakan gas air mata atau tindakan represif dalam menangani massa.

Bila tidak, pihak aparat meminta kepala sekolah untuk mengalihkan moda pembelajaran dari luring ke daring. Keempat, dinas pendidikan mewajibkan sekolah memiliki protokol mitigasi risiko sekaligus memberikan sanksi kepada kepala sekolah bila sekolah abai terhadap keselamatan siswa dan warga sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement