Kamis 21 Sep 2023 15:45 WIB

KLHK Sebut Kualitas Udara Jabodetabek Juga Dipengaruhi Faktor Meteorologis

Jika udara tenang, maka konsentrasi polutan akan menumpuk. .

Petugas menyemprotkan air ke udara di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023). Dalam satu hari, sekitar 1.000 liter air digunakan untuk menyemprotkan air ke udara pada pukul 08.00-11.00 WIB dan 13.00-16.00 WIB, sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara di Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas menyemprotkan air ke udara di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023). Dalam satu hari, sekitar 1.000 liter air digunakan untuk menyemprotkan air ke udara pada pukul 08.00-11.00 WIB dan 13.00-16.00 WIB, sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan mutu udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) juga sangat dipengaruhi faktor meteorologis.

"Faktor meteorologis ini pengaruh sekali," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam Diskusi Kelompok Terfokus Ombudsman RI yang diikuti via daring di Jakarta, Kamis (21/9/2023).

Baca Juga

Faktor meteorologis seperti kecepatan dan arah angin, kelembaban udara, suhu udara, dan tekanan udara sangat berpengaruh pada kondisi atmosfer. Sebagai gambaran, jika udara tenang dan polutan tidak dapat menyebar, maka konsentrasi polutan akan menumpuk.

Sebaliknya, ketika angin bertiup kencang dan bergejolak, maka polutan akan menyebar dengan cepat sehingga konsentrasi polutan menjadi lebih rendah. Di samping itu, hujan dapat membersihkan partikel-partikel dari atmosfer dan melarutkan gas polutan.

Rasio mengatakan polusi udara bisa semakin parah pada musim kemarau, saat hujan tidak turun untuk membersihkan polutan. "Ini riset, di dunia di mana-mana kalau musim kemarau ini semakin parah kondisinya. Ini riset di negara mana pun. Faktor meteorologis berpengaruh meski di kita banyak juga sumber polusinya," kata dia.

Dia menyampaikan salah satu sumber polusi udara di Jabodetabek, yakni emisi gas dari penggunaan sarana transportasi. Menurut dia, ada 17,3 juta sepeda motor; 4,2 juta mobil penumpang; 856 ribu truk; 344 ribu bus; serta 4.045 bus TransJakarta yang dioperasikan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

"Bayangkan jumlah kendaraan bermotor di wilayah yang begitu sempit ini menyebabkan daya dukung kita menurun," katanya.

Penyebab polusi udara lainnya yakni pengoperasian pembangkit listrik, kegiatan pabrik dan industri, serta pembakaran terbuka. Rasio menyebutkan ada lebih dari 10 pabrik semen, 120 industri manufaktur barang kimia, 170 industri manufaktur karet dan plastik, 1.300 industri manufaktur lain, serta 13 pembangkit listrik tenaga uap pengguna batu bara di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Ia mengatakan kondisi demikian mendorong pemerintah meningkatkan upaya penanganan polusi udara, termasuk di antaranya dengan memperkuat daya dukung lingkungan dengan memperluas ruang terbuka hijau. "Maka kita butuh langkah tepat apakah kita menambah daya dukung atau mengurangi emisi," katanya.

Pemerintah juga berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor transportasi dan industri serta dalam pengoperasian pembangkit listrik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement