REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menilai hilirisasi karet bisa menjadi salah satu solusi untuk menyelamatkan perkebunan karet di sana. Terlebih, perkebunan karet mulai ditinggalkan akibat menurunnya harga komoditas itu sejak satu dekade terakhir.
"Industri ringan berbasis karet alam oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM) lokal dengan dukungan teknologi bisa menjadi salah satu solusi untuk menyelamatkan perkebunan karet di Sumbar," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar, Novrial.
Menurutnya saat ini IKM di Sumbar belum banyak yang bergerak di bidang industri berbahan dasar karet. Padahal, potensinya cukup besar seperti untuk bahan vulkanisir ban, asesoris/sparepart kendaraan bermotor dan produk kerajinan.
"Kita akan coba dorong agar IKM berbasis karet alam bisa tumbuh di Sumbar," ujarnya.
Selama ini karet alam yang merupakan salah satu produk unggulan dari Sumbar sebagian besar dijual dalam bentuk bahan mentah ke beberapa pabrik pengolahan untuk diekspor. "Kalau industri berbasis karet alam tumbuh di Sumbar, maka petani memiliki alternatif untuk menjual produknya dengan harga yang cukup baik," kata dia.
Selain itu, Novrial menyebut kerja sama antarprovinsi di Sumatra tentang produksi dan pengolahan karet juga bisa menjadi solusi. Selama ini kerja sama dengan provinsi tetangga itu sudah terjalin dengan baik. Jika memiliki kesepahaman, kerja sama untuk pengolahan karet tentu juga bisa direalisasikan.
Meski demikian, masyarakat pemilik perkebunan karet juga harus mulai berbenah. Karena berdasarkan informasi dari beberapa pabrik pengelolaan karet, kualitas karet milik masyarakat itu berada di bawah standar.
"Komoditas karet alam rakyat banyak yang bercampur dengan kayu, batu bahkan pupuk sehingga pabrik harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membersihkan. Akibatnya, harga jual karet dari petani ke pabrik juga menurun. Ini juga harus menjadi perhatian dari pemilik perkebunan karet," kata dia.
Saat ini, menurut Novrial, berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian dan Koperindag di beberapa daerah di Sumbar, salah satunya Dharmasraya, masyarakat memang tidak lagi menakik getah karet karena harga yang tidak sesuai.
Dengan kapasitas produksi per orang hanya 100 kg/minggu, dengan harga karet asalan di tingkat petani Rp 8.000/kg, maka dengan sistem bagi hasil dengan pemilik kebun, upah bulanan yg diterima hanya Rp 400 ribu/pekan atau Rp 1,6 juta/bulan, jauh di bawah UMP.
Perkebunan karet di Sumbar tersebar di beberapa daerah di antaranya Kabupaten Pasaman, Solok Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, Limapuluh Kota, dan ada juga di Kota Padang.
Secara keseluruhan lahan perkebunan karet di Sumbar pada 2022 mencapai 180.213,09 hektare. Dari luas lahan itu, produksi karet di Sumbar pada 2022 mencapai 156.486,20 ton.