Kamis 14 Sep 2023 19:05 WIB

Mutu Perguruan Tinggi Swasta, Antara Ada dan Tiada

PTS kecil dan tidak terkelola dengan baik menjadikan akreditasi sebagai ancaman.

Ilustrasi mahasiswa PTS.
Foto:

Peran Yayasan

Perubahan akreditasi yang diatur dalam Permendikbudristek nomor 53 tahun 2023 ini sewajibnya dijadikan wahana refleksi PTS untuk mulai menjalankan tata kelola perguruan tingginya secara akuntabel. Tidak menarik nafas lega saat pendanaan akreditasi ditanggung oleh APBN dan tidak memedulikan mutu. Yayasan memiliki peran sentral dalam kehidupan PTS.

Salah satu peran penting yayasan adalah dalam pemberian kepercayaan terhadap PTS. Sayangnya, pemberian kepercayaan dalam pengelolaan tidak utuh. Meski secara regulasi, yayasan harus tunduk terhadap Undang-Undang nomor 24 Tahun 2004 tentang yayasan, pada tataran praksis, tidak sedikit yayasan yang turut mengatur tata kelola, khususnya bidang keuangan PTS. Rektor tidak memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan, padahal menurut pengamat pendidikan UPI Prof Cecep Darmawan, independensi dalam decision making merupakan salah satu prinsip tata kelola universitas yang baik (good university governance), di samping prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, keadilan, penjaminan mutu dan relevansi, efektivitas, efisiensi dan nirlaba.

PTS dengan akreditasi unggul benar-benar dikelola secara independen oleh rektornya, termasuk dalam pengelolaan keuangan. PTS sulit berkembang dan tidak memiliki visi menjadi universitas kelas dunia karena yayasan masih cawe-cawe dalam kebijakan, utamanya keuangan. Mindset pengurus yayasan perlu diluruskan bahwa yayasan didirikan bukan bertujuan untuk mendapatkan laba. Justru, yayasan berperan dalam pembiayaan dan perlu memikirkan strategi agar pendanaan PTS tidak seluruhnya ditanggung oleh mahasiswa.

Selama ini, tertanam dalam pemikiran publik bahwa maju-mundurnya sebuah PTS ditentukan oleh jumlah mahasiswanya. Bisa jadi benar, bila yayasan tidak membuat terobosan dalam pendanaan kecuali membebankan seluruhnya kepada mahasiswa. Padahal perlu dikaji secara mendalam, banyaknya mahasiswa tidak otomatis menjadikan PTS unggul bila yayasannya tidak menyalurkan dana tersebut untuk pengembangan PTS. Pengelolaan yang akuntabel menjadi kunci unggul tidaknya sebuah PTS.

Dalam mencapai mutu terbaik tentunya diperlukan dana. Namun, yang terpenting, bagaimana dana tersebut dikelola secara transparan dan akuntabel untuk kemajuan studi dan prestasi mahasiswa. Fasilitas yang nyaman, perpustakaan yang representatif, ruang-ruang terbuka tempat mahasiswa berdiskusi, sarana parkir, olahraga, wifi hingga kantin dengan tingkat keamanan yang memadai dapat membuat mahasiswa termotivasi dalam belajar dan berkegiatan baik akademik maupun non akademik. Kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan turut menopang iklim akademik di PTS.

Karena itu, diperlukan sosok pengurus, pembina dan pengawas yang telah selesai dengan urusan dunia, satu frekuensi dan memiliki kesamaan visi dengan rektorat dalam memandang pendidikan, bukan sebagai unit usaha yang mendatangkan profit bagi pengurus yayasan. Bahkan, wujud transparansi dan akuntabilitas, pengelolaan keuangan baik yayasan dan PTS dapat diaudit secara rutin oleh akuntan publik. Dipublikasikan secara luas.

Hal ini akan semakin menarik kepercayaan masyarakat terhadap PTS. Karena itu, pemerintah perlu melakukan penelaahan yang mendalam terhadap izin penyelenggaraan/operasional PTS, apakah pengurus yayasannya sudah selesai dengan urusan dunianya atau hanya menjadikan PTS sebagai kedok meraup keuntungan.

Catatan Akhir

Sebagai ikhtiar menghasilkan lulusan bermutu yang kompetitif, PTS perlu berbenah secara lebih radikal. Tata kelola menjadi sangat penting untuk menjamin mutu tersebut dijalankan. Mindset pengelolaan mutu diperkuat.

Dokumen mutu dibuat untuk diterapkan secara konsisten. Tidak sekadar menjadi dokumen akreditasi. Lembaga penjaminan mutu berperan layaknya playmaker. Ia yang aktif menyelaraskan antara kebijakan dan penerapannya di lapangan.

Seluruh kebijakan dan dokumen selalu melalui lembaga penjaminan mutu. Bahkan lembaga penjaminan mutu inilah yang menjaga agar standar mutu  berjalan pada siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan (PPEPP).

Tidak ada cerita, kampus tiba-tiba melaksanakan audit mutu internal sementara tidak ada sosialisasi penetapan standar, dokumen SPMI seperti kebijakan, manual, standar hingga formulir SPMI tidak ada. Lebih parah lagi, statuta universitas tidak pernah ditinjau ulang oleh senat universitas, bahkan tidak selaras dengan kebijakan SPMI.

Benar bahwa itu semua adalah dokumen yang dapat dibuat, ditiru dan dimodifikasi dalam waktu semalam, namun keseriusan dan ketaatan dalam menyusun kebijakan mutu ini merupakan cermin bahwa PTS serius ingin mengembangkan budaya mutu di lembaganya.

Sudah harus dihentikan ketersediaan dokumen yang diperlukan asesor dalam akreditasi bahwa dokumen mutu secara formal ada, namun pelaksanaan mutunya tidak terjadi. Dengan kata lain, mindset kita terhadap mutu adalah merepotkan, menghamburkan kertas dan biaya, bukan pada pemahaman bahwa ini merupakan bagian evaluasi, melihat mana yang sudah baik dan yang masih perlu ditingkatkan, agar di masa yang akan datang, ia dapat diperbaiki sebagaimana prinsip continous improvement.

Lulusan cepat bekerja bisa jadi belum merupakan hasil desain penjaminan mutu. Faktor luck dan orang dalam masih lebih dominan dibandingkan proses pembelajaran bermutu yang di dapat di PTS. Jangan-jangan kalimat “menjadi wirausaha/entrepreneur” merupakah dalih ketidakmampuan para lulusan bersaing mendapatkan pekerjaan.

Sayangnya lagi, PTS tidak memiliki data akurat penelusuran lulusan (tracer study) bekerja di bidang yang relevan dengan program studinya ataukah tidak. Ditambah lagi, ketersediaan konselor di sejumlah PTS masih sangat minim dan bahkan tidak ada. Hal ini mengakibatkan, PTS kesulitan memenuhi kebutuhan mahasiswanya dalam bimbingan karier.

Karena itu, saat Mas Menteri Nadiem Makarim menyebutkan rezim akreditasi saat ini tidak akan merepotkan secara administrasi, semoga instrumen akreditasi tidak diturunkan standarnya. Melainkan informasi atau eviden nyata yang didapat berasal dari laporan real time kampus di berbagai macam platform, sehingga data yang diperoleh akurat dan kredibel. Tinggal menjaga integritas asesor agar ia dapat menilai PTS secara akuntabel dan adil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement