REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi mengatakan bahwa poros atau koalisi baru memang sempat santer diwacanakan untuk terealisasi. Namun melihat kondisi politik saat ini, ia melihat bahwa wacana tersebut semakin sulit terwujud.
"Isu poros baru sampai sejauh ini saya melihatnya makin menipis. Awalnya agak santer biasa ya, kemudian sekarang sudah mulai menipis," ujar Baidowi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Wacana poros baru tersebut berhembus ketika Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan ajakan dari salah satu menteri untuk membentuk koalisi tersebut. Poros yang terdiri dari Partai Demokrat, PPP, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Namun hal tersebut sangat sulit terealisasi, karena PPP sudah berkomitmen dalam kerja sama pengusungan Ganjar Pranowo. Meskipun, Partai Demokrat dan PKS belum mengambil sikap terbarunya soal pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Jadi banyak problem terkait poros baru itu, jadi sampai sekarang poros baru menjadi bagian kecil dari dinamika politik yang ada di Indonesia. Termasuk di PPP, karena PPP masih konsisten dengan hasil rapimnas," ujar Baidowi.
Ia sendiri mengamini adanya komunikasi antara Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP, Sandiaga Salahuddin Uno dengan PKS. Namun, komunikasi tersebut dalam rangka pembentukan koalisi besar, bukan poros baru. "Bukan poros baru, tapi komunikasi untuk masuk ke poros koalisi yang besar. Soal kemudian jadi bergabung atau tidak itu sekali lagi kembali ke mekanisme politik," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.