REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Januar Ali mengatakan bahwa berdasarkan data dari lembaga survei miliknya, mayoritas publik tidak setuju dengan prinsip presiden sebagai petugas partai. Menyatakan presiden petugas partai, menurut Denny, tak hanya menyalahi prinsip demokrasi, tapi juga tak tertulis dalam konstitusi.
“Mayoritas publik tidak setuju dengan prinsip Presiden sebagai petugas partai,” kata Denny JA dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Ia menjelaskan, survei LSI Denny JA pada Agustus 2023, hanya sebanyak 16,8 persen responden yang menyatakan setuju dengan prinsip presiden sebagai petugas partai. “Tapi mayoritas sebesar 71,6 persen menyatakan ‘Kami tidak setuju dengan prinsip presiden sebagai petugas partai’,” kata dia.
Denny menjelaskan, hal itu terjadi karena mayoritas publik menginginkan presiden yang akan bekerja untuk kepentingan, kesejahteraan, dan keadilan publik, bukan untuk kepentingan partai. “Katakanlah kata ‘petugas’ ingin disebut di sini, maka presiden itu lebih tepat dikatakan ‘presiden petugas rakyat’ atau ‘presiden petugas konstitusi’,” kata Denny.
Dia pun mengatakan bahwa tidak ada satu pasal pun dalam konstitusi Indonesia yang menyatakan presiden bertanggung jawab kepada partai “Memang benar presiden itu diusulkan oleh partai, tapi semua kebijakannya, semua pandangannya, tak harus disetujui dulu oleh partainya. Batas kerja seorang presiden hanyalah konstitusi dan undang-undang yang berlaku, bukan kehendak partainya,” imbuh Denny.
Menurutnya, menyatakan presiden petugas partai menyalahi prinsip demokrasi. Karena presiden sejatinya bekerja untuk kepentingan publik, bukan kepentingan partai dan elitenya.
Dia pun menyebut bahwa dalam banyak sejarah, presiden berjuang untuk bangsa dan negara, walaupun terkadang harus melawan kebijakan partainya sendiri. “John F Kennedy pernah menyatakan ‘Ketika menjadi presiden, kesetiaanku kepada negara dimulai, dan kesetiaanku kepada partai berhenti’,” kata dia.