REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi pada Kamis (7/9/2023). Dia bakal diperiksa terkait kasus rasuah pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tahun 2012 di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Namun, ia tak banyak berkomentar saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Muhaimin tiba sekitar pukul 09.50 WIB. Dia tampak mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih.
"Alhamdulillah, sehat," kata Muhaimin singkat sebelum memasuki lobi gedung.
Sebelumnya, KPK menunda pemeriksaan Cak Imin yang sejatinya dilakukan pada Selasa (5/9/2023). Sebab, dia mengonfirmasi tidak bisa hadir karena sedang ada kegiatan di luar kota.
Kasus korupsi ini diduga terjadi pada tahun 2012. Cak Imin diketahui pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) periode 2009-2014. Hal ini yang membuat KPK memanggil Cak Imin untuk dimintai keterangan.
"Semua pejabat di tempus (waktu) itu dimungkinkan kita minta keterangan,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur kepada wartawan, Jumat (1/9/2023).
Asep memastikan, KPK bakal meminta keterangan dari semua pihak yang diduga memiliki kaitan dengan kasus ini. Termasuk para pejabat di Kemnaker yang berdinas pada era 2012.
“Karena kita harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya jangan sampai ada secara pihak si A menuduh si B, si C menuduh si B lalu si B tidak kita mintai keterangan kan itu janggal,” ujar Asep mengungkapkan.
“Jadi semua yang terlibat, yang disebutkan oleh para saksi dan ditemukan di bukti-bukti kita akan minta keterangan,” kata dia menjelaskan.
KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri atas dua aparatur sipil negara (ASN) dan satu pihak swasta.
Meski demikian, KPK belum membeberkan secara resmi identitas para tersangka tersebut. Hal ini akan disampaikan saat upaya penahanan dilakukan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu tersangka itu adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker, I Nyoman Darmanta. Kemudian, Reyna Usman yang saat kasus ini terjadi menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta pihak swasta bernama Karunia.