REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrian Fachri, Nawir Arsyad Akbar, Antara
Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, mengatakan wacana menduetkan pasangan Anies Baswedan dengan Ganjar Pranowo atau Ganjar-Anies yang dikemukakan PDIP, merupakan langkah terbaru menggoyahkan Koalisi Perubahan. Najmuddin melihat sebelumnya sudah banyak upaya untuk membuat Koalisi Perubahan yang terdiri atas Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS bubar.
Di antaranya dengan membujuk PKS bergabung dengan Gerindra untuk mengusung Prabowo Subianto, PDIP mencoba memberi harapan posisi cawapres untuk Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono. Ada juga dengan cara pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung mengenai keabsahan kepengurusan Partai Demokrat.
“Saling sindir, otak-atik pasangan bacapres. Bahkan, ada usaha kompetitor politik dengan berbagai cara menggoyang keutuhan kolisi. Saya melihat hal demikian,” kata Najmuddin, Rabu (23/8/2023).
Najmuddin menyebut wacana menduetkan Ganjar dengan Anies juga sebagai psikowar politik kepada pihak-pihak tertentu. Tujuannya untuk mengubah peta percaturan politik jelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lalu lanjut Najmuddin, PDIP juga mencoba melihat respons dari lawan politik dengan menyebarkan wacana tersebut. Sebab kini menurut Najmuddin, PDIP terkesan mulai ditinggalkan kawan-kawan koalisi pendukung Jokowi.
Melihat fenomena politik yang berlangsung di Indonesia pascareformasi sangat dinamis. Di mana perubahan sikap aktor dan kubu politik tertentu bisa saja berubah dalam waktu sekejap.
Najmuddin menilai bisa saja wacana duet Ganjar-Anies terwujud bila tokoh-tokoh yang ada di lingkaran dua figur tersebut mencapai kesepakatan bersama. Tetapi, ada juga peluang wacana tersebut tidak akan terwujud karena perbedaan cita-cita yang selama ini digaungkan PDIP dan partai-partai Koalisi Perubahan.
PDIP bersama Ganjar mengusung tema melanjutkan program Jokowi. Sedangkan, Koalisi Perubahan ingin adanya perubahan dalam pengelolaan pemerintahan akibat ketidakpuasan terhadap 10 tahun pemerintahan Jokowi.
“Namun duet Ganjar-Anies menurut saya agak sulit. Karena ideologi Koalisi Perubahan untuk Persatuan berbeda dengan koalisi PDI-P. Semuanya adalah permainan politik dalam demokrasi,” ucap Najmuddin.
Berbeda dengan Najmuddin, pengamat politik Iqbal Themi menilai, wacana duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan pada Pemilu 2024 menjadi solusi konsolidasi nasional dan mengakhiri keterbelahan politik di akar rumput.
"Dari perspektif persatuan nasional, bisa mengakhiri keterbelahan politik yang saling berdiametral antara kelompok nasionalis dan Islam sejak Pilkada 2017, Pilpres 2019, hingga saat ini riak-riaknya masih terasa di akar rumput," kata Iqbal Themi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Direktur SCL Taktika Konsultan menjelaskan, bahwa wacana penyatuan Ganjar-Anies bisa menjadi jalan tengah. Sekaligus solusi konsolidasi nasional untuk membicarakan kepentingan politik kebangsaan yang lebih besar.
"Pascapandemi Indonesia masih terus membutuhkan upaya percepatan pertumbuhan ekonomi. Di titik ini konsolidasi nasional, yakni persatuan elite hingga rakyat menjadi kunci utama," katanya menegaskan.
Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa bakal calon presiden Prabowo Subianto sudah diusung oleh partai politik berhaluan nasionalis dan religius. Apabila duet Ganjar-Anies terjadi, dua kontestan Pilpres 2024 sama-sama didukung oleh kelompok nasionalis dan religius.
"Tidak ada lagi isu-isu yang mengancam keterbelahan, sebagai satu bangsa, yang menjadi alat saling serang antarlawan politik," katanya.