Jumat 18 Aug 2023 15:33 WIB

Bawaslu Dorong KPU Revisi Aturan Usai MK Perbolehkan Kampanye Pemilu di Sekolah

Revisi PKPU dibutuhkan untuk mengatur lebih rinci ketentuan kampanye.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merevisi regulasi terkait kampanye sebagai tindak lanjut atas putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus). Revisi dibutuhkan untuk mengatur lebih rinci ketentuan kampanye di dua fasilitas tersebut. 

"Iya (kita mendorong KPU merevisi ketentuan kampanye). Lebih bagus revisi dilakukan terhadap peraturan KPU (PKPU) supaya jelas di mana saja yang boleh dan metode apa saja yang boleh," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (18/8/2023). 

Baca Juga

PKPU yang dimaksud Bagja adalah PKPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Bagja mengatakan, ketika merevisi PKPU tersebut, KPU harus mengatur secara detail fasilitas pemerintah dan pendidikan apa saja yang boleh digunakan sebagai tempat kampanye. 

"Jadi yang harus diatur misalnya fasilitas pemerintah seperti apa, apakah fasilitas pemerintah itu termasuk gedung pemerintahan seperti istana negara dan balai kota," ujar Bagja. 

"Misalnya balai kota, yang kita takutkan itu digunakan oleh pak wali kotanya untuk berkampanye meski tanpa atribut," kata Bagja menambahkan. 

Dia menambahkan, harus diatur pula apakah kampanye di fasilitas pendidikan itu diperbolehkan di sekolah TK, SD, dan SMP. Hal ini harus diatur mengingat siswa TK hingga SMP belum masuk usia memilih. 

Selain itu, lanjut dia, KPU juga harus mengatur metode kampanye apa saja yang diperbolehkan di fasilitas pendidikan dan pemerintah. Misalnya, kata dia, apakah boleh partai politik melakukan kampanye dengan metode rapat umum di kampus. 

"Terbayang di kampus ada rapat umum partai, apalagi kampus negeri, boleh atau tidak? Makanya kita harus bicara ketentuan teknis detailnya," kata Bagja. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement