Rabu 16 Aug 2023 15:16 WIB

Sidang Tahunan MPR Jadi Ajang Penegasan Usulan Amendemen UUD 1945

Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dalam pidatonya bahkan mengkritik pilpres langsung.

Suasana Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Kemerdekaan RI. Presiden Joko Widodo menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2023 kali ini mengenakan pakaian adat Tanimbar Maluku.
Foto:

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai pidato Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti tentang mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara dengan mengamendemen UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan hal yang menarik. Meskipun imbasnya nanti, MPR akan menjadi lembaga yang memilih presiden dan wakil presiden.

"Hal yang menarik tadi adalah sambutan Ketua DPD, yang membawa kembali sebuah pemikiran agar kita kembali mengamendemen UUD 1945, menempatkan posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara yang konsekuensinya nanti adalah pemilihan presiden tidak lagi secara langsung," ujar Surya Paloh di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Menurutnya, amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 harus dibahas lebih detail dengan didukung oleh kajian-kajian. Menurutnya, usulan perubahan kelima konstitusi menjadi pekerjaan rumah bagi MPR saat ini.

"Ini satu PR tersendiri bagi MPR, DPR, DPD untuk bersama-sama duduk berembuk dan mengusulkan usulan ini agar lebih konkret lagi, dan segera sosialisasikan kepada masyarakat. Itu pikiran-pikiran Nasdem menurut saya," ujar Surya Paloh.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi wacana amandemen UUD 1945 yang ingin dilakukan oleh MPR. Perubahan terbatas tersebut meliputi usulan penundaan pemilihan umum (Pemilu) saat masa darurat dan menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Silakan aja, itu hak setiap orang, karena dulu kita melakukan amendemen juga karena yang lama dinilai implementasinya tidak bagus. Ya sekarang sesudah diamendemen mungkin implementasinya tidak bagus, sehingga muncul gagasan lagi amandemen," ujar Mahfud di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

"Itu biasa dalam politik, silakan didiskusikan. Bangsa ini punya hak untuk mendiskusikan itu sesuai dengan kebutuhan generasinya," sambungnya.

Melanggengkan kekuasaan

Pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengkritisi wacana amendemen UUD1945 yang digulirkan oleh MPR. Ia menuding wacana itu muncul demi melanggengkan kekuasaan semata. 

"Mau isunya perpanjangan masa jabatan, penundaan pemilu, atau MPR kembali memilih presiden, motifnya tetap untuk melanggengkan kekuasaan," kata Herdiansyah dalam keterangannya kepada Republika, Ahad (13/8/2023). 

Herdiansyah sudah memprediksi wacana amendemen ini tidak akan berhenti. Hal ini didasari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap memberikan pernyataan bersayap yang tidak tegas soal perpanjangan masa jabatan, baik melalui tiga periode maupun penundaan pemilu, dan isu Presiden kembali dipilih MPR. 

"Artinya, persekongkolan jahat yang sejak awal menghendaki amandemen konstitusi untuk kepentingan kelompok dan golongan, tidak pernah berhenti memuluskan syahwat politiknya," ujar Herdiansyah. 

"Mereka mencari momentum yang tepat, di saat pengawasan publik kendor," lanjut Herdiansyah. 

Ia mengajak publik tidak permisif terhadap wacana amandemen ini karena tergolong berbahaya. 

"Saya meyakini betul, amendemen ini adalah pintu masuk otoritarianisme. Upaya mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara yang seolah konstitusional padahal di baliknya justru khianat terhadap konstitusi," ucap Herdiansyah. 

Herdiansyah juga mengkhawatir wacana ini berpeluang dieksekusi kalau respons publik minim.

"Karena itu penting bagi publik untuk terus berkonsolidasi melawan wacana amendemen tersebut. Wacana yang nyata-nyata berbahaya bagi masa depan demokrasi," ucap Herdiansyah. 

Peneliti Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Siti Zuhro tak sependapat dengan rencana MPR yang akan mengusulkan amendemen terbatas terhadap UUD 1945 yakni memasukkan klausul tentang penundaan pemilu di masa darurat. Siti Zuhro menilai akan ada dampak serius jika memaksakan amendemen terbatas UUD 1945 menjelang Pemilu.

"Akan sangat serius dampaknya melakukan amendemen Konstitusi di tengah tahapan pemilu yang memerlukan kepastian dan kondisi yang  mantap," ujar Siti Zuhro kepada Republika, Kamis (10/8/2023).

Siti Zuhro mengatakan, usulan amendemen terbatas ini rawan disusupi oleh kepentingan politik tertentu. Meskipun MPR berdalih jika usulan amendemen terbatas ini bukan untuk penundaan Pemilu 2024 ini, tetapi tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi.

"Prinsipnya tidak perlu ada amendemen konstitusi karena tak tertutup kemungkinan akan ada tarikan politik yang justru tidak menguntungkan negara," ujarnya.

Selain itu, amendemen pemilu juga rawan terjadi resistansi dan perdebatan. Hal ini kata Siti Zuhro, jika dipaksakan akan menuai polemik di masyarakat.

"Tentunya hal ini bisa berpengaruh terhadap stabilitas dan keamanan Indonesia," ujarnya.

Karenanya, jika MPR ingin tetap memaksakan amenndemen terbatas maka semestinya dilakukan setelah Pemilu 2024 selesai. Selain itu, proses amendemen terbatas juga harus dilakukan dengan persiapan yang matang oleh banyak ahli dan akademisi.

"Seyogiyanya amendemen konstitusi dilakukan setelah Pemilu 2024 dengan persiapan materi yang cukup dan ahli-ahli dari berbagai bidang yang juga cukup yang ikut membahas secara serius. Artinya, tidak hanya dibahas oleh politisi," ujarnya.

photo
Wacana Amendemen UUD 1945 dalam Survei - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement