Ahad 13 Aug 2023 08:47 WIB

Terus Meningkat, Dinkes DKI Catat 638 Ribu Kasus ISPA di Jakarta

Dinkes DKI mencatat ada 628 ribu kasus ISPA di Jakarta selama awal semester 2024.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Dokter melakukan pemeriksaan terhadap pasien bergejala ISPAdi Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dinkes DKI mencatat ada 628 ribu kasus ISPA di Jakarta selama awal semester 2024.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Dokter melakukan pemeriksaan terhadap pasien bergejala ISPAdi Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dinkes DKI mencatat ada 628 ribu kasus ISPA di Jakarta selama awal semester 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat ada lebih dari 638 ribu kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Jakarta, pada periode Januari hingga Juni 2023. Pihak Dinkes DKI Jakarta menyebut penyebab dari banyaknya penyakit tersebut lebih karena perubahan cuaca, bukan polusi udara.

Perinciannya, pada Januari 2023 ada sebanyak 102.609 kasus ISPA di DK Jakarta, Februari 2023 sebanyak 104.638 kasus, Maret 2023 ada 119.734 kasus. Lalu ada sebanyak 109.705 kasus ISPA pada April 2023, tercatat ada 99.130 kasus ISPA pada Mei 2023 dan 102.475 kasus pada Juni 2023. Sehingga totalnya berdasarkan data laporan ISPA DKI Jakarta 2023 sebanyak 638.291 kasus.

Baca Juga

“Hanya 0,9 persen warga DKI Jakarta terkena batuk pilek ISPA atau pneumonia setiap bulannya, rata-rata 100 ribu kasus dari 11 juta penduduk,” kata Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta, Ngabila Salama.

Ngabila menuturkan, tidak ada kenaikan yang signifikan dalam kasus ISPA di Ibu Kota. Pergerakan trennya dinilai masih tetap.

“Kasus ISPA polanya akan sama dari tahun ke tahun, akan mulai meningkat pada September, lalu puncak di Oktober-November. Dan mulai kembali turun sesudah bulan Maret,” ujar dia.

Terkait dengan penyebab adanya ratusan ribu warga yang terkena penyakit ISPA di Jakarta, Ngabila menyatakan hal itu lebih karena kondisi pancaroba atau peralihan cuaca, bukan masalah polusi udara, yang belakangan ini kembali ramai diperbincangkan publik.

“Iya benar (penyebabnya bukan polusi udara), lebih pengaruh ke iklim,” tutur Ngabila.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement