REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya akan lebih mengutamakan keselamatan warga daripada perdebatan status kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Menyoal bantuan yang dikirimkan, sejauh ini disebut berangsur sampai ke lokasi warga.
“Saya lebih memprioritaskan keselamatan warga dari pada menuggu kepastian status kebencanaannya. Memang saya dengar ada yang keberatan disebut bencana kelaparan,” kata Muhadjir saat dikonfirmasi Republika lewat pesan singkat, Jumat (4/8/2023).
Berdasarkan pernyataan warga setempat kepada dia saat berkunjung ke Timika, kemarin, sayur dan umbi-umbian menjadi makanan pokok. Alhasil, saat ada dingin ekstrem dan kekeringan, membuat pangan yang ada membusuk hingga tak bisa dikonsumsi.
Ditanya proses bantuan lebih jauh dari pemerintah pusat dan daerah yang sudah disumbangkan, dia menyebut belum bisa dikirimkan ke distrik Agandugume. Pasalnya, cuaca dan alasan keamanan masih menjadi kendala.
“Para pilot dan maskapai penerbangan menolak terbang ke Agandugume karena alasan keamanan,” tuturnya.
Dalam penjelasannya, tim logistik baru bisa terbang hingga ke Sinak. Dari sana, para warga Agandugume, disebut sudah datang dan mengambil bantuan.
Soal keamanan dari pihak-pihak tertentu seperti OPM, Muhadjir meyakinkan jika hal tersebut bukan kendala. Dia menjelaskan, sudah berkoordinasi dengan Pangdam, Bupati hingga para kepala suku jika lokasi penerbangan dan pendaratan aman dari berbagai hal.
“Tetapi kemaren saya sudah berkoordinasi dengan Pangdam, Bupati, juga para kepala suku untuk dipastikan lapangan udara Agandugume aman didarati pesawat. Sehingga bantuan bisa langsung ke lokasi. Karena tiga kampung yang terdampak yaitu Kampung Agandugume, Lambawe dan Oneri berdekatan,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut sejumlah warga yang meninggal di Kabupaten Puncak, Papua Tengah tidak disebabkan karena kelaparan. Berdasarkan laporan Sekretaris Wilayah Daerah dan Kepala Dinas setempat, Mentan mengatakan, sejumlah warga yang meninggal tersebut menderita diare.
"Saya habis dua tiga hari, dua hari terakhir ini ngecek banget apa itu kelaparan membuat dia meninggal. Kok kalau meninggal kelaparan kok cuma satu keluarga? Jadi kelaparan itu bersifat masif. Oleh karena itu, yang ada menurut laporan dari Sekwilda dan Kadis setempat bukan kelaparan. Diare," ujar Syahrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/8/2023)
Syahrul menjelaskan, pada hari pertama, warga tersebut mengalami muntah hingga 20 kali dan juga diare yang menyebabkan dehidrasi. Meskipun demikian, Mentan mengakui di daerah tersebut juga terjadi cuaca ekstrem.
Karena itu, ia menyebut akan kembali mengecek kondisi warga setempat pada pekan depan untuk melakukan intervensi. Mentan pun menyiapkan sejumlah langkah darurat untuk membantu penanganan kondisi tersebut selama tiga bulan ke depan.
Selain itu, ia juga akan mengirimkan sekitar 10 ribu tanaman polybag ke enam distrik yang mengalami bencana kelaparan. "Yang kedua temporary agenda saya akan mobilisasi kurang lebih 10 ribu polybag. Tanaman polybag di sekitar halaman rumah. Karena di sana enam distrik. Satu distrik yang bersoal," kata dia.
Sementara, terkait food estate yang sudah dibangun di Kabupaten Keerom, Papua, Mentan mengatakan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan di Papua Barat.
"Kan jauh banget dari Papua ke sana. Ini di atas gunung. Cuma bisa dilakukan pendekatan di Timika. Oleh karena itu, di Papua itu yang disiapkan sekarang itu food estate memang untuk kepentingan Papua Barat, dan ini (bencana) di Papua Tengah," ujar dia.