REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) dilewati dua sungai besar, yaitu Sungai Porong dan Sungai Surabaya. Sayangnya, akses jaringan pipa air minum ke warga masih berkisar 37 persen. Hingga saat ini, Sidoarjo masih tergantung sekitar 60 persen dari aliran air Umbulan, Kabupaten Pasuruan, untuk pasokan air minum warga.
Ketua Dewan Penasihat DPD Partai Gerindra Jatim, Bambang Haryo Soekartono (BHS) prihatin dengan kondisi tersebut. Padahal, kata dia, pemerintah pusat sudah membangun Longstorage Kalimati yang mempunyai kapasitas dua juta meter kubik dengan kualitas air standar A alias layak untuk dijadikan air minum. Sayangnya, Pemkab Sidoarjo tidak memanfaatkan fasilitas itu, baik untuk layanan air atau irigasi pertanian.
"Berbeda dengan Surabaya yang memanfaatkan air sungainya limpahan dari sungai yang melewati Kabupaten Sidoarjo yaitu Sungai Brantas Hilir atau Sungai Kalimas. PDAM Surabaya telah melayani akses jaringan pipa mencapai 100 persen, di mana 98 persen memanfaatkan dari limpahan Sungai Kalimas," kata BHS di Kabupaten Sidoarjo, Jatim, Rabu (2/8/2023).
Alumnus ITS Surabaya itu juga menyoroti tarif PDAM Sidoarjo yang terbilang mahal. Saat ini, tarif bawah ditetapkan Rp 6.213 per meter kubik dan tarif atas Rp 17.174. Sedangkan di Surabaya, tarif bawah hanya Rp 1.700 dan tarif atas Rp 7.000. "Tetapi Sidoarjo dengan tarif mahal, baru bisa melayani penambahan dan penggantian pipa di tahun 2022 tidak lebih dari 10 kilometer sedangkan Surabaya mencapai 139 kilometer," ucap BHS.
Data yang diperoleh, BHS menemukan PDAM baru bisa memberikan laba usaha hanya Rp 4,7 miliar ke Pemkab Sidoarjo. Jumlah itu pun menurun dibandingkan sebelum pandemi Rp 13 miliar pada 2019. Adapun PDAM Surabaya bisa memberikan laba usaha di atas Rp 250 miliar, walaupun sudah mengeluarkan anggaran besar untuk penggantian jaringan perpipaan.
"Karena air minum merupakan hajat hidup orang banyak, maka tugas Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk bisa segera merealisasikan pemenuhan akses jaringan perpipaan sampai keseluruh warga di Sidoarjo yang saat ini masih sangat minim dan menempatkan sumber daya manusia yang profesional dan mempuni untuk mengendalikan PDAM Sidoarjo," kata BHS.
Dia juga merasa ironis, sekitar 60 persen warga Sidoarjo terpaksa menggunakan air tanah untuk kebutuhan air bersih. Padahal, pasokan air sungai di Sidoarjo sangat melimpah, namun tidak dimanfaatkan PDAM. Menurut BHS, air bisa ditampung di Longstorage Kalimati yang saat ini tidak dimanfaatkan sama sekali sehingga diharapkan Sidoarjo bisa mandiri mendapatkan air minum dari sungainya sendiri seperti yang dilakukan oleh Surabaya.
Selain itu, BHS juga berharap tarif air minum di Sidoarjo bisa dijual murah ke warganya. "Karena air tanah yang banyak digunakan sangat membahayakan terhadap kondisi stabilitas tanah akibat Air yang sebagai pelapis habis terpakai," ucapnya.