Senin 31 Jul 2023 14:07 WIB

Nadiem Akui Kena 'Getahnya', Namun Kebijakan PPDB Zonasi Harus Dilanjutkan karena Penting

PPDB zonasi harus terus dilanjutkan untuk menghapus kesenjangan antarpeserta didik.

Sejumlah guru istirahat disela melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Kamis (27/7/2023). Aksi tersebut terkait PPDB Online 2023 yang dinilai melanggar kapasitas jumlah per rombongan belajar di Kota Bekasi melebihi ketentuan Permendikbud dan meminta agar PPDB harus transparan, jujur, akuntabel serta adil tanpa dipolitisasi.
Foto:

Anggota Komisi X DPR RI, Zainuddin Maliki, mengatakan, kekacauan PPDB di lapangan menunjukkan lemahnya pemerintah melakukan pengawasan. Karena itu, Zainuddin meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim, untuk memperbaiki hal tersebut. 

Menurut Zainuddin, sistem zonasi PPDB sebenarnya sudah relatif bagus. Pelanggaran yang terjadi di lapangan belakangan menggambarkan lemahnya pengawasan dan upaya pemahaman kepada masyarakat yang kurang. 

"Saya rasa tidak akan ada atau setidak-tidaknya pelanggaran akan berkurang kalau tujuan PPDB  itu disosialisasikan dengan baik,” ujar dia. 

Sementara itu, Endang Sri Rejeki, dosen Universitas Negeri Malang (UM), mengatakan, karut marut pelaksanaan PPDB tahun 2023 harus segera dicari solusinya agar tidak terulang di masa mendatang. Di antaranya adalah dengan membuat sekolah negeri baru. 

“Alternatif lain menegerikan lembaga swasta dengan persyaratan tertentu,” katanya.

Selain itu, menurut dia, hal itu dapat diperbaiki dengan membuat regulasi baru yang tetap berbasis zonasi. Misalnya tidak 100 persen berdasarkan zonasi dari jumlah pagu. Alternatif lain menegerikan lembaga  swasta dengan persyaratan tertentu. 

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai saat ini tidak ada pihak yang secara baik bertanggung jawab atas kekisruhan PPDB, mulai dari presiden, menteri, hingga pimpinan DPR. Semua pihak tersebut dinilai 'cuci tangan' dan melempar tanggung jawab atas persoalan tersebut.

“Tidak ada pihak yang secara gentle bertanggung jawab atas kekisruhan ini, lalu menawarkan solusi yang berkeadilan bagaimana supaya tidak terjadi lagi kekisruhan tahunan ini. Semua cuci tangan dan lempar tanggung jawab,” ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, kepada Republika, Senin (31/7/2023). 

Menurut dia, hal itu juga dilakukan oleh para kepala daerah. Dia mengatakan, para kepala daerah tidak sadar dengan tanggung jawabnya untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada seluruh anak secara berkualitas dan berkeadilan. Atas nama penertiban administratif, ada 4.791 anak di Jawa Barat dan 208 anak di Kota Bogor yang namanya dicoret tidak boleh ikut PPDB.

“Bagaimana nasib mereka saat ini? Bagaimana pula nasib mayoritas anak bangsa yang sudah berjibaku daftar PPDB, tapi berujung pada kegagalan? Saya sebut mayoritas, karena sampai hari ini jumlah kursi yang disediakan di sekolah negeri terlalu minim dibanding total kebutuhan,” kata dia.

Atas dasar itu, JPPI mengatakan, PPDB bukanlah masalah teknis di lapangan atau di daerah. Persoalan yang muncul merupakan masalah sistemik yang dipicu oleh peraturan di level pusat, yaitu Permendikbud Nomor 1 tahun 2023 yang masih menggunakan ‘sistem seleksi’ dan pemerintah tidak menyediakan bangku sekolah sejumlah kebutuhan.

“Mau pakai sistem ap apun, tapi daya tampung tak tersedia, kekacauan pasti akan terjadi,” terang Ubaid.

 

 

 

photo
Sengkarut PPDB Zonasi - (infografis Republika)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement