Jumat 21 Jul 2023 15:49 WIB

Mabes Polri Ungkap Pengambilan Ginjal Korban TPPO Dilaksanakan di RS Militer di Kamboja

Dikatahui, Preah Ket Mealea adalah RS militer di bawah kendali pemerintah Kamboja.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 12 orang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjulan organ tubuh ginjal. Dua diantaranya merupakan oknum kepolisian dan imigrasi, Kamis (20/7).
Foto: Republika/Alli Mansur
Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 12 orang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjulan organ tubuh ginjal. Dua diantaranya merupakan oknum kepolisian dan imigrasi, Kamis (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti menerangkan, proses pengambilan ginjal para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dilakukan Rumah Sakit (RS) Preah Ket Mealea yang terletak di wilayah Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Dikatahui, Preah Ket Mealea merupakan RS militer yang ada di bawah kendali pemerintah Kamboja. 

Sehingga, menurut Krishna, pihak kepolisian harus berkomunikasi dengan otoritas yang lebih tinggi di Kamboja dalam penanganan kasus TPPO dan penjualan ginjal. Bahkan, pihaknya harus berkomunikasi dengan staf khusus Perdana Menteri untuk meminta bantuan memulangkan para korban TPPO.

Baca Juga

“Kami juga berkomunikasi ketat dengan kepolisian Kamboja, kami juga berkomunikasi ketat dengan Interpol Kamboja dan Alhamdulillah kasus ini bisa terungkap,” ungkap Krishna Murti saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023).

Krishna mengakui pihak penyidik sempat mengalami kesulitan atau kendala pada saat melakukan penelusuran dan penanganan kasus TPPO penjualan ginjal. Namun, anehnya untuk kasus TPPO lainnya pihak Mabes Polri tidak menemukan kesulitan atau kendala termasuk pada saat penyelidikan di Kamboja.

“Pada kasus TPPO (ginjal) ini kami mengalami kesulitan. Nah kesulitan itu menjadi tantangan bagi kami. Sehingga kami harus melakukan koordinasi yang ketat dengan didukung oleh KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) khususnya karena kami tidak punya atase Polri di Kamboja, kami meng-employing dukungan dari atase pertahanan,” ujar Krishna.

Menurut Krishna Murti, kendala itu didapat lantaran belum adanya kesepahaman antarkelembagaan di Indonesia dengan di Kamboja terkait TPPO modus penjualan ginjal. Ia juga mengakui jika hal itu lumrah terjadi, karena memang setiap negara memiliki persepsi dan peraturan atau perundang-undangan yang berbeda terhadap jenis tindak pidana. Salah satunya mengenai kegiatan jual-beli organ tubuh manusia, termasuk ginjal.

“Belum ada kesepahaman tentang kasus-kasus TPPO, baik di lingkungan internal dalam negeri domestik khususnya kementerian lembaga, termasuk KBRI, sebagian menganggap ini belum terjadi tindak pidana,” jelas Krishna Murti.

Dalam kasus ini, penyidik telah menangkap dan menetapkan sebanyak 12 orang sebagai tersangka dalam kasus TPPO dengan modus penjulan organ tubuh ginjal. Dua di antaranya merupakan oknum kepolisian berinisial Aipda M dan oknum Imigrasi berinisial AH. Diduga Aipda M menerima uang dari sindikat hingga Rp 612 juta dan AH menerima Rp 3,5 juta per orang yang berangkat ke Kamboja. 

"Non-sindikat ada dua tersangka, satu oknum Polri dan oknum Imigrasi," ucap Hengki. 

Diketahui sebelumnya pihak kepolisian menggerebek sebuah rumah yang diduga menjadi tempat penampungan penjualan ginjal ini terletak di Perumahan Villa Mutiara Gading, Jalan Piano 9, Blok F5 Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Diduga di rumah tersebut, para korban TPPO ditampung untuk selanjutnya dikirim ke Kamboja untuk diambil ginjalnya. 

 

photo
Hal yang harus diperhatikan penderita ginjal - (Republika.co.id)

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement