Kamis 20 Jul 2023 15:45 WIB

Disbud DIY Kecam Pernikahan Anjing dengan Adat Jawa

Dinas Kebudayaan DIY mengecam pernikahan anjing dengan menggunakan adat Jawa.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Bilal Ramadhan
Pernikahan anjing, Luna dan Jojo diberkati Pasto Lorenzo Heli dari Gereja Santo Fransiskus Asisi Paroki Tebet. Dinas Kebudayaan DIY mengecam pernikahan anjing dengan menggunakan adat Jawa.
Foto: @nenaghoib
Pernikahan anjing, Luna dan Jojo diberkati Pasto Lorenzo Heli dari Gereja Santo Fransiskus Asisi Paroki Tebet. Dinas Kebudayaan DIY mengecam pernikahan anjing dengan menggunakan adat Jawa.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Viralnya pernikahan anjing bernama Jojo dan Luna yang menggunakan tata cara pernikahan Jawa mendapat kecaman dari Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi menjelaskan, upacara adat pernikahan, khususnya DIY dan tradisi Jawa pada umumnya, baik prosesi adatnya maupun nilai atau marwahnya telah dilindungi secara hukum oleh negara, melalui UU RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Perda Istimewa DIY Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan.

Baca Juga

"Tupoksi Dinas Kebudayaan adalah Pemeliharaan Pengembangan Kebudayaan, tidak hanya karya-karya budaya fisik tapi juga non fisik, nilai dan marwahnya. Terlebih lagi ketika upacara adat ini, khususnya dari Yogyakarta itu sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2017,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi dalam pernyataannya, Kamis (20/7/23).

Upacara adat pernikahan tersebut bernama Upacara Daur Hidup Tata Cara Palakrama. Termasuk dalam prosesinya, secara khusus Busana Mataraman Yogyakarta sebagai karya budaya juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia tahun 2020 dengan nomor Sertifikat 12945/MPK.F/KB/2020.

Dian menjelaskan bahwa nilai-nilai marwah dari semua prosesi pernikahan sebagai bagian dari daur hidup manusia memiliki nilai-nilai filosofi yang memang sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Menurutnya, nilai- nilai ini penting untuk dilestarikan oleh manusia.

"Kita ingin bahwa peradaban yang dipikirkan oleh manusia dengan memiliki kecerdasan otak dan pikiran, cipta, rasa, karsa, itu akan membentuk satu nilai-nilai yang menguatkan. Nah ketika ini masuk pada kodrat yang berbeda, peruntukannya berbeda, tentunya anjing kan tidak perlu,” tuturnya.

Mengenai tindakan apa yang akan diambil Dinas Kebudayaan DIY, Dian memaparkan bahwa pihaknya tidak membawa perkara ini ke ranah hukum. Merupakan kewajiban Dinas Kebudayaan sebagai Pemeliharaan Pengembangan Kebudayaan untuk meluruskan degradasi dan distorsi nilai yang terjadi di masyarakat. Karena akan berpengaruh pada penyimpangan-penyimpangan dan menyebabkan biasnya jati diri budaya.

“Tapi mohon maaf saya tidak bisa menahan beberapa teman paguyuban yang memang menjadi bagian konsen penggunaan dan pelestarian budaya kalau mereka melakukan somasi dan protes,” jelas Dian.

Sebelumnya telah viral di media sosial acara pernikahan dua anjing bernama Jojo dan Luna di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, pada Sabtu (15/7/23) lalu. Pemilik Luna, Valentina Chandra dan pemilik Jojo, Indira Ratnasari menggelar pernikahan mewah dengan mengusung tema Nusantara.

Pernikahan yang menghabiskan dana sebesar Rp 200 juta ini dihadiri oleh 100 tamu undangan dan 50 ekor anjing peliharaan. Upacara pernikahan diawali dengan prosesi pemberkatan oleh seorang pastor dan diikuti arak-arakan menuju area resepsi menggunakan busana tradisional Jawa yang di desain khusus untuk anjing. Pendamping atau pemilik anjing turut mengenakan kebaya dan beskap.

Dinas Kebudayaan DIY berharap hal serupa tidak terulang kembali. Melalui akun Instagram resminya, Dinas Kebudayaan DIY menjelaskan upacara adat merupakan suatu tradisi yang menghargai dan memuliakan alam beserta isinya, termasuk di dalamnya binatang.

Bahkan, terdapat juga keberadaan upacara adat atau tradisi yang menghargai binatang dalam peran, kodrat dan peruntukannya baik fisik maupun maknawinya, misal Gumbregan di Kabupaten Gunungkidul DIY.

"Manusialah yang harus berbudaya untuk bisa memahami dan menerapkan semua ekosistem kebudayaan berjalan sesuai kodrat alamiah dan peruntukannnya. Oleh karenanya, semestinya kita menjaga warisan tradisi leluhur kita dengan bijaksana dan budaya ditempatkan sebagaimana budaya itu memberikan nilai ajaran moral yang baik," kata Dian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement