REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin mengkritik keras mitra kerjanya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja karena mengusulkan Pilkada Serentak 2024 ditunda. Apalagi, salah satu alasannya adalah tingginya potensi gangguan keamanan.
Yanuar mengatakan, persoalan keamanan dan mobilisasi pasukan saat pilkada merupakan otoritas TNI-Polri. Bagja jelas tak kredibel untuk memberikan penilaian ihwal potensi gangguan keamanan pilkada.
Bahkan, DPR sebagai lembaga yang kuat setara presiden pun kurang kredibel menyampaikan prediksi gangguan keamanan pilkada. "Apalagi Bawaslu. Kan ini seakan-akan Bawaslu tidak percaya kepada TNI-Polri. Kan repot," ujar Yanuar kepada wartawan, Selasa (18/7/2023).
Yanuar menambahkan, institusi TNI maupun Polri sejauh ini tidak pernah menyampaikan tingginya potensi gangguan keamanan saat pilkada. Karena itu, dia menilai Bagja mengadu domba TNI-Polri dengan DPR dan Pemerintah mengingat perubahan jadwal pilkada harus didahului dengan revisi UU Pilkada.
"Menurut saya, ucapan (Bagja) ini kayak mengadu domba antara aparat keamanan dengan pembuat undang-undang. Dan itu agak riskan. Kalau saya aparat TNI-Polri, saya akan tersinggung karena institusi TNI-Polri tidak pernah mengatakan pilkada rawan," kata Ketua DPP Partai Kebangkitan Nusantara (PKB) itu.
Pada Jumat (14/7/2023), Mabes Polri mengklaim siap mengamankan gelaran Pilkada Serentak 2024 maupun Pemilu 2024. Bahkan, Mabes Polri telah menyiapkan rencana untuk melaksanakan Operasi Mantap Brata, yakni operasi pengamanan pilkada dengan melibatkan TNI dan pemerintah daerah. Kini, Mabes Polri sedang menyusun pola pengamanan, kebutuhan personil, dan anggaran.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Bagja mengusulkan agar semua pihak terkait mulai membahas opsi menunda gelaran Pilkada Serentak 2024. Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi kementerian dan lembaga negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertemakan Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu Serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Bagja mengusulkan penundaan karena ada sejumlah masalah besar yang berpotensi terjadi apabila Pilkada Serentak dilaksanakan sesuai jadwal pada 27 November 2024. Salah satunya adalah potensi gangguan keamanan yang tinggi karena pilkada digelar di semua provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan aparat tidak bisa diperbantukan ke daerah yang sedang mengalami gangguan keamanan, karena aparat fokus menjaga daerah masing-masing yang juga sedang menggelar pilkada.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujar Bagja, dikutip dari lama resmi Bawaslu RI.
Usul Bagja itu dikritik banyak kalangan, mulai dari organisasi pemerhati pemilu, partai politik, hingga anggota DPR RI. Setelah ramai, Bagja enggan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait usulan tersebut. Dia menyebut, usulan itu hanya sebatas bahasan dalam diskusi bersama KSP, bukan usulan resmi Bawaslu RI.