REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menanggapi usulan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menunda gelaran Pilkada Serentak 2024. KPU mengaku tak terkendala menyelenggarakan pilkada meski sejumlah tahapannya beririsan dengan tahapan Pemilu 2024.
"Kesimultanan atau irisan penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024 bukanlah hal baru bagi KPU sebagai penyelenggara. Tinggal KPU memantangkan manajemen penyelenggaraan tahapan-tahapan tersebut," kata Komisioner KPU Idham Holik kepada Republika.co.id, dikutip pada Sabtu (15/7/2023).
Sebagai gambaran, hari pencoblosan Pilkada Serentak adalah 27 November 2024. Sejumlah tahapan persiapannya tentu sudah berlangsung beberapa bulan sebelumnya. Sedangkan hari Pencoblosan Pemilu 2024 adalah 14 Februari 2024. Presiden terpilih baru akan dilantik pada Oktober 2024.
Idham mengaku optimistis pihaknya bisa menyelenggarakan Pilkada 2024 dengan baik meski ada irisan tahapan. Keoptimisan itu diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan publik dan pada akhirnya mendongkrak partisipasi pemilih.
Selain tak masalah dengan irisan tahapan, Idham menegaskan pula bahwa gelaran pilkada pada November 2024 merupakan perintah UU Pilkada. Sebagai penyelenggara, KPU tentu harus mematuhi undang-undang karena salah satu prinsip pemilu adalah berkepastian hukum.
Apabila ingin mengubah jadwal pilkada, kata dia, tentu harus dilakukan dengan merevisi UU Pilkada. Adapun revisi undang-undang merupakan kewenangan DPR dan pemerintah, bukan domain KPU.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada Kamis (13/7/2023) mengatakan, dirinya belum memahami apa landasan Bawaslu mengusulkan opsi penundaan pilkada. Hasyim sendiri ingin hari pencoblosan pilkada dipercepat menjadi September 2024.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Bagja mengusulkan agar semua pihak terkait mulai membahas opsi menunda gelaran Pilkada Serentak 2024. Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi kementerian dan lembaga negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertemakan Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu Serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Bagja mengusulkan penundaan karena ada sejumlah masalah besar yang berpotensi terjadi apabila Pilkada Serentak dilaksanakan sesuai jadwal pada 27 November 2024. Masalah pertama adalah pelaksanaan tahapan pilkada beririsan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024.
"Kami khawatir sebenarnya Pilkada 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru. Tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja, dikutip dari laman resmi Bawaslu.
Permasalahan kedua, kata Bagja, adalah potensi gangguan keamanan yang tinggi dalam gelaran Pilkada Serentak 2024 yang digelar di semua provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan aparat tidak bisa diperbantukan ke daerah yang sedang mengalami gangguan keamanan, karena aparat fokus menjaga daerah masing-masing yang juga sedang menggelar pilkada.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujarnya.
Usul Bagja itu dikritik banyak kalangan, mulai dari organisasi pemerhati pemilu, partai politik, hingga anggota DPR. Setelah ramai, Bagja enggan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait usulan tersebut. Dia menyebut, usulan itu hanya sebatas bahasan dalam diskusi bersama KSP, bukan usulan resmi Bawaslu.