Di lokasi yang sama, Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mahesa Paranadipa mengatakan, pihaknya bisa menerima rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan saat masih dalam pembahasan dengan Badan Legislatif (Baleg DPR). Menurut dia, saat pembahasan, Baleg, memiliki pemahaman yang baik menyoal kesehatan dan organsisasi profesi (OP) kesehatan.
“Awalnya kita agak khawatir terkait OP menjadi multibar, ternyata Baleg punya pemahaman yang baik. Jujur ya, waktu draft terbit dari pembahasan Baleg DPR kami bisa mengatakan 70-80 persen draf sudah baik, hanya tinggal sisanya,” kata Mahesa.
Aral melintang, saat dibahas lebih lanjut di Panitia Kerja (panja) DPR, kondisi rancangan benar-benar berubah. Oleh karena itu, penolakan dilakukan berkali-kali pihaknya karena perubahan yang dimaksud.
“Harusnya kalau draf Baleg itu diperbaiki sedikit, kami tidak akan ada reaksi penolakan ya, tinggal kita kawal substansi RUU ini supaya bisa bermanfaat bagi seluruh rakyat,” kata dia.
Sejauh ini, IDI dan empat organisasi profesi kesehatan lain diketahui berencana mengajukan judicial review UU Kesehatan metode Omnibus Law ke Mahkamah Konstitusi. Dalam penjelasan Ketua IDI, Adib Khumaidi, alasan pengajuan tersebut karena peniadaan unsur partisipasi yang bermakna (meaningful participation) sesuai dengan Keputusan MK Nomor 91 Tahun 2020.