Jumat 14 Jul 2023 06:04 WIB

Pemerintah dan DPR Sepakat Evaluasi PPDB

PPDB layak dievaluasi karena dinilai tak kunjung mencapai tujuannya sejak 2017.

Tiga murid mengikuti kegiatan belajar di SDN 23 Lolong Padang, Sumatera Barat, Kamis (13/7/2023). Awal tahun ajaran baru, murid kelas 1 di sekolah tersebut hanya berjumlah tiga orang, meliputi dua murid baru dan satu murid tinggal kelas, akibat adanya kebijakan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) karena di sana terdapat SDN lain yang berdekatan dan lokasi sekolah yang dekat dengan pantai.
Foto:

Masukan dari DPR

Seusai pemaparan dari ketiga pejabat dari Kemendikbudristek, giliran para legislator yang memberikan pandangan terhadap pelaksanaan dan kebijakan PPDB. Beberapa anggota DPR menyampaikan temuan-temuan yang mereka dapatkan di daerah pemilihannya masing-masing.

Pandangan secara umum disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, yang menilai kebijakan PPDB zonasi yang tak kunjung mencapai tujuan awalnya pada 2017 lalu layak untuk dievaluasi.

“Menurut saya evaluasi total sistem zonasi ini. Karena berarti tujuan utamanya untuk menghilangkan sekolah favorit dan pemerataan pendidikan belum berhasil. Paling tidak sampai sekarang,” ujar Fikri.

Dia menjelaskan, sistem zonasi salah satunya ditujukan untuk menghilangkan ketimpangan kualitas pendidikan melalui penghapusan status sekolah-sekolah negeri favorit. Tapi, kata dia, ternyata masih ada saja yang berlomba untuk mendapatkan sekolah-sekolah tertentu dengan berbagai macam cara yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.  

“Kalau masih ada yang berlomba mendapatkan sekolah-sekolah ini dengan berbagai macam cara, surat keterangan palsu atau apa gitu, berarti masih ada favorit dong? Artinya sistem ini tidak berhasil. Layak untuk dievaluasi kalau sistem zonasi ini seperti itu,” jelas dia.

Seharusnya, kata Fikri, perkembangan dari tujuan awal PPDB zonasi diberlakukan sudah terlihat saat ini, yang kurang lebih sudah lima tahun berjalan sejak 2017. Persoalan-persoalan klasik seperti pejabat membuat rekomendasi agar seorang anak dapat bersekolah di sekolah tertentu, pungutan liar hingga jutaan rupiah, dan lain sebagainya membuktikan masih adanya sekolah favorit. 

“Mestinya ada progres. Misalnya yang tadinya diincar cuma satu, selanjutnya yang diincar ada tiga atau lima. Ada perubahan begitu,” tutur politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Hampir senada dengan Fikri, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, mengatakan, Kemendikbudristek semestinya sudah mempunyai hasil evaluasi dari pelaksanaan PPDB zonasi selama lima tahun terakhir apakah semua sudah berjalan baik atau masih ada persoalan-persoalan. Berdasarkan rapat-rapat di DPR terkait PPDB, kata Dede, yang ada justru semakin banyak keluhan terkait hal tersebut. Bahkan semakin banyak pula kasus penyimpangan dalam proses PPDB.

“Ini sepertinya ada masalah terhadap kebijakan ini. Saya khawatirnya, ketika beberapa kepala daerah sudah mengatakan terjadi penyimpangan, maka APH (aparat penegak hukum) masuk. Kalau APH masuk, berapa banyak orang tua siswa, guru, harus berurusan dengan APH hanya karena anaknya ingin sekolah. Ini nggak benar. Menurut saya yang paling baik saat ini adalah evaluasi kembali kebijakan ini,” jelas Dede. 

Jika perlu, kata dia, Kemendikbudristek membentuk regulasi baru untuk membenahi PPDB. Menurut Dede, Kemendikbudristek tak perlu takut untuk mengubah kebijakan PPDB karena konsep yang digunakan pada 2017 bisa saja berubah pada 2023 sehingga memerlukan perubahan. Dia mengatakan, kebijakan yang sudah dinilai tidak layak boleh saja diganti dengan kebijakan yang lebih baik.

Nggak usah takut untuk mengubah PPDB. Karena PPDB ini kan sebenarnya adalah sebuah konsep pada era 2017. 2023 mestinya konsep tersebut boleh berubah. Artinya ketika kebijakan itu sudah tidak layak lagi, boleh kita ganti. Saya usul saja, daripada kita mengubah yang ada tapi nanti besok ketemu lagi. tolong Kemendikbudristek membuat sebuah konsep baru untuk dilakukan di 2024,” terang dia.

Ada beberapa hal yang disepakati dan akan ditindaklanjuti Kemendikbudristek dalam rapat dengar pendapat atau RDP itu. Pertama, mengevaluasi regulasi untuk mengatasi kecurangan administrasi.

Kedua, menjalin komunikasi efektif dengan komunitas di berbagai daerah untuk memaksimalkan sosialisasi kebijakan. Ketiga, mengoptimalkan pemanfaatan Rapor Pendidikan dalam menyusun rencana kebijakan di daerah. Keempat, melakukan pengawasan yang lebih ketat untuk mengatasi permasalahan di lapangan. Kelima, membentuk satgas di tingkat pemda. 

 

photo
Menyiapkan bekal makan untuk anak sekolah. - (Republika.co.id)

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement