Kamis 13 Jul 2023 13:53 WIB

UU Kesehatan Dinilai Mampu Dongkrak Kualitas Sistem Kesehatan Nasional

UU Kesehatan akselerasi kebutuhan tenaga medis serta pemerataan kualitas kesehatan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan laporan pandangan pemerintah terkait RUU Kesehatan saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan laporan pandangan pemerintah terkait RUU Kesehatan saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan menjadi Undang-undang (UU).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang Kesehatan yang bersifat Omnibus Law diyakini mampu mendongkrak kualitas sistem kesehatan nasional. Sebab, fokus undang-undang tersebut mengakselerasi kebutuhan tenaga medis serta pemerataan kualitas kesehatan.

Hal itu disampaikan Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady. Menurutnya, semangat UU Kesehatan yang baru memberikan ruang pemerintah untuk melakukan berbagai kebijakan penguatan sistem kesehatan nasional.

“Kalau dilihat secara utuh, dalam regulasi tersebut, pemerintah menginginkan peningkatan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan, sekaligus menginginkan pemerataan layanan kesehatan yang berkualitas hingga ke daerah,” ujar John.

John menilai sistem kesehatan nasional telah diuji semasa pandemi Covid-19 yang baru saja berlalu. Pandemi, menurutnya, telah memberikan pemetaan hal-hal apa saja yang masih perlu diperkuat dalam sistem kesehatan nasional.

“Ternyata kita masih kekurangan tenaga kesehatan. Kita juga kekurangan fasilitas kesehatan di setiap daerah,” kata John.

Hal krusial lainnya yang perlu mendapat perhatian, lanjut John, adalah kurangnya dokter spesialis di Tanah Air sehingga membuat masih banyak masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri. “Devisa itu terbang ke luar negeri, ke negara tetangga akibat kita kekurangan dokter spesialis,” tegasnya.

Terkait beberapa kontroversi regulasi tersebut, John mengungkapkan semua pihak bisa mengoreksi melalui jalur legal formal. Artinya, semua pihak bisa memberikan masukan terkait perbaikan regulasi maupun bisa menguji materi undang-undang.

“Ruang itu masih terbuka, koreksi atau masukan ke Menteri Kesehatan hingga Mahkamah Konstitusi. Ini indahnya demokrasi kita saat ini, gunakan ruang legal formal yang memang disediakan,” ujarnya menambahkan. 

John mengungkapkan kecemasan pihak tenaga kesehatan lantaran peluang mendatangkan tenaga kesehatan asing, tidak perlu dibesar-besarkan. Pasalnya, secara regulasi untuk mendatangkan tenaga kesehatan asing harus melalui aturan yang selektif dan ketat. 

"Ada proses verifikasi dan grading yang dikontrol pemerintah. Sebaliknya, kualitas SDM kesehatan kita pun tidak kalah berkualitas, punya skill khas yang dibutuhkan menangani pasien domestik dengan segala keterbatasan infrastruktur,” ujarnya.

Di lain sisi, John mengungkapkan SILO akan mendukung pemerintah dalam pemerataan kualitas layanan kesehatan. Sejauh ini, SILO memiliki 41 jaringan rumah sakit dan 66 klinik yang tersebar di seluruh Indonesia. “Kami pun berkomitmen setiap tahun akan memperluas dan terus meningkatkan layanan kesehatan,” katanya. 

Tidak lupa, melalui Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH), John melontarkan komitmen untuk memperkuat pendidikan tenaga kesehatan yang saat ini sangat dibutuhkan. “Kami memiliki fakultas di Universitas Pelita Harapan yang mendidik dokter hingga ke jenjang spesialis dan tenaga keperawatan berkualitas,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement