Selasa 11 Jul 2023 21:53 WIB

Desakan Evaluasi Kebijakan PPDB, Kemendikbudristek: Yang Perlu Dievaluasi Pemda

Kemendikbudristek mengakui semua ingin masuk sekolah negeri karena gratis.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang (dua kanan) menjadi pembicara dalam diskusi publik
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang (dua kanan) menjadi pembicara dalam diskusi publik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Desakan agar sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk dievaluasi menyeluruh oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus mencuat. Hal ini menyusul berbagai persoalan yang ada di berbagai daerah.

Menyikapi itu, pihak Kemendikbudristek menyatakan yang sebetulnya perlu dievaluasi adalah langkah pemerintah daerah (pemda) dalam melakukan penyiapan PPDB. “Setiap masalah dalam PPDB setiap tahun yang selalu muncul untuk dicarikan solusinya oleh pemda dan tidak dilakukan pembiaran. Inspektorat daerah juga dilibatkan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan,” ujar Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, kepada Republika.co.id, Selasa (11/7/2023).

Baca Juga

Chatarina menjelaskan, kebijakan PPDB dengan jalur zonasi oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini adalah Kemendikbudristek, justru sangat membantu pemda. Dimana, kata dia, kebijakan itu dapat membantu pemda dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Pemerintah Daerah.

“Yaitu antara lain memastikan anak-anak dalam wilayah kewenangannya dapat bersekolah sesuai dengan jenjang umurnya, mulai PAUD sampai dengan SMA/SMK,” tegas dia

 

Dia kemudian memberikan contoh kasus masalah klasik yang terus-menerus muncul dalam setiap pelaksanaan PPDB adalah dugaan pemalsuan kartu keluarga (KK). Menurut dia, jika ada KK yang digunakan di mana nama orang tua atau wali siswa yang tercantum tidak sama dengan yang ada pada akta kelahiran siswa dan rapor siswa atau data siswa lainnya pada jenjang-jenjang sebelumnya, maka sebaiknya KK tersebut tidak digunakan dalam seleksi zonasi PPDB, khususnya bagi KK yang minimal satu tahun baru diterbitkan.

Kecuali, kata Chatarina, ada surat keterangan orang tua siswa itu meninggal dunia sebelum KK terakhir diterbitkan. Jadi, anak yang menggunakan KK yang seperti demikian harus didiskualifikasi sebagai calon peserta didik. Menurut dia, KK tersebut harus dilampirkan dalam sistem pendaftan PPDB online, bukan hanya mengisi NIK anak.

“Itu sebagai dasar sekolah melakukan verifikasi keabsahan data yang diinput siswa dalam sistem pendaftaran PPDB secara online. Hal tersebut selalu kami sampaikan dalam setiap sosialisasi Permendikbud PPDB kepada dinas pendidikan,” kata Chatarina.

Dia juga menyampaikan, proses PPDB merupakan seleksi. Sehingga, pasti ada peserta yang tidak lolos karena tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Apalagi, semua ingin masuk sekolah negeri karena gratis atau lebih murah. Tapi, yang sebagian besar terjadi justru sebaliknya, anak yang memenuhi syarat justru tidak masuk karena ada dugaan ‘pemalsuan’ KK dan dugaan pungutan liar (pungli) oleh mereka yang seharusnya tidak lolos.

“Jadi yang salah tentunya bukan kebijakan sistem PPDB karena kebijakan ini tujuannya sangat baik bagi pemda dalam pemenuhan SPM dan sangat mulia untuk kepentingan terbaik anak,” tutur Chatarina.

Menurut dia, kurangnya pengawasan dari pemda dan kurangnya mereka mengambil langkah-langkah yang jelas dan tegas untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi turut berperan dalam memunculkan masalah yang sama pada setiap PPDB. Manfaat lain yang juga dapat dilihat dari kebijakan PPDB saat ini, kata dia, adalah anak-anak tidak perlu bersekolah jauh dari rumah dan orang tua menjadi tenang dalam mengawasi anak-anaknya karena lebih mudah memantau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement