REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asisda Wahyu Asri Putradi tak bisa menjelaskan kerugian yang ditimbulkan podcast Direktur Lokataru Haris Azhar. Wahyu kesulitan menemukan kerugian apa yang dialami Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan hingga melaporkan podcast itu.
Hal tersebut ditunjukkan Wahyu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (10/7/2023). Pada sidang itu, Wahyu duduk sebagai ahli dalam perkara pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan yang menjerat Haris dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty.
Judul dalam podcast tersebut ialah "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar. Mulanya Haris menanyai Wahyu perihal isi BAP.
"Saudara saksi ahli anda di BAP halaman 102 jawaban anda atas pertanyaan di halaman 101, siapa yang dirugikan. Lalu anda menjawab yang dirugikan adalah saudara Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan?" tanya Haris dalam sidang tersebut.
"Kalau jawaban saya seperti itu, berarti iya," jawab Wahyu.
"Bagaimana?" cecar Haris.
"Kalau jawaban saya disitu (BAP) seperti itu, berarti iya," jawab Wahyu.
"Kerugian bahasa apa yang dialami Luhut?" tanya Haris lagi.
"Saya tidak bisa menjawab," ujar Wahyu yang disambut sorakan dari arah penonton sidang.
Haris mempertanyakan Wahyu yang tak bisa menjelaskan kerugian bahasa apa yang diderita Luhut atas podcast tersebut. "Kenapa enggak bisa jawab?" tanya Haris lagi.
"Karena kalau kerugian itu bukan dalam artian kerugian bahasa, tapi di situ pasti ada kerugian bersifat materil moril dan sebagainya," jawab Wahyu.
Haris keberatan karena Wahyu memberi penilaian di luar kapasitasnya sebagai ahli bahasa. "Anda kan saksi ahli di bidang bahasa, kok anda bisa memberikan judgement, penilaian, penghakiman ada kerugian di luar dari ilmu anda?" cecar Haris.
"Saya tidak memberikan judgement, saya hanya memberikan dampak dari pernyataan itu bisa bermacam-macam," jawab Wahyu.
Wahyu tetap bersikukuh bahwa Luhut mengalami kerugian materil bukan akibat podcast Haris. Padahal Wahyu dihadirkan sebagai ahli bahasa.
"Jadi Anda mengatakan ada kerugian?" tanya Haris.
"Ya paling tidak secara materil," jawab Wahyu.
"Tidak ada kerugian bahasa ya?" tanya Haris memastikan.
"Tidak ada," jawab Wahyu.
Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.
Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.