Sabtu 08 Jul 2023 13:23 WIB

Strategi Antisipasi Dampak Puncak El Nino Perlu Dipersiapkan

Indonesia termasuk wilayah dengan kerawanan iklim medium.

Wakil Presiden Maruf Amin melakukan pertemuan dengan Chairman Ezaki Glico Co. Ltd. Ezaki Katsuhisa di Ruang Takara, Hotel Imperial, Senin (06/03/2023).
Foto: Istimewa
Wakil Presiden Maruf Amin melakukan pertemuan dengan Chairman Ezaki Glico Co. Ltd. Ezaki Katsuhisa di Ruang Takara, Hotel Imperial, Senin (06/03/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi dan antisipasi menghadapi dampak El Nino yang diperkirakan puncaknya akan terjadi pada Agustus-September 2023 perlu dipersiapkan oleh seluruh elemen masyarakat. El Nino dikhawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan di Tanah Air.

Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, Muhamad Mardiono, mengatakan ancaman kekeringan karena fenomena El Nino bisa berdampak pada produksi pangan secara nasional. "Kemarau panjang dan ekstrem ini harus benar-benar kita antisipasi dengan strategi yang baik,” kata dia saat menyampaikan pidato kunci dalam Focus Group Discussion (FGD) Strategi dan Antisipasi Dampak El Nino Terhadap Ketahanan Pangan.

Jika tidak diantisipasi dan dimitigasi dengan strategi yang baik, Mardiono khawatir, kekeringan akan menjadi bencana. Bahkan tak tertutup kemungkinan mendatangkan dampak ikutan lain seperti gagal panen, krisis air bersih, kebakaran lahan yang berpengaruh langsung pada keberlanjutan ketahanan pangan.

El Nino tercatat menurunkan produksi padi di Indonesia antara 1 hingga 5 juta ton sejak 1990-2020. Menurut Mardiono El Nino dan La Nina sebenarnya merupakan fenomena yang sudah jamak terjadi. BMKG juga sudah memperkirakan Indonesia akan mengalaminya dengan puncak terekstrem pada Agustus 2023. 

"Oleh karena itu, saya berharap seluruh stakeholder termasuk perguruan tinggi, BRIN, Bapanas, Kementan, dan instansi terkait harus menjadi lokomotif dalam menghadapi fenomena alam ini, mengingat pengaruh El Nino terhadap sektor pertanian bersifat langsung dan nyata,” katanya.

Selain itu, Mardiono menekankan perlunya perhatian khusus dari instansi terkait dengan mengeluarkan kebijakan berupa perlindungan terhadap para petani. Khususnya petani yang mengalami gagal panen akibat dampak cuaca ekstrem. "Selain kerugian ekonomi yang sangat dahsyat, kebakaran hutan dan lahan juga membawa dampak kesehatan yang mengerikan," ujarnya. 

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan riset World Food Programme (WFP) menunjukkan negara dengan kerawanan iklim semakin tinggi cenderung menimbulkan kerawanan pangan yang berdampak pada populasi masyarakat dengan gizi kurang (undernourished). Indonesia termasuk wilayah dengan kerawanan iklim medium, sehingga diperlukan awareness dan antisipasi untuk mengurangi potensi krisis pangan. 

"Perlu political will dan langkah aksi bersama untuk meningkatkan produksi beras, kedelai, daging lembu, dan gula konsumsi agar dapat memenuhi kebutuhan nasional,” kata Arief.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement