Jumat 07 Jul 2023 16:35 WIB

Pengamat: Uang Pangkal di Seleksi Mandiri Harus Dihilangkan

Uang pangkal tinggi membuat visi keterjangkauan dan berkeadilan tidak tercapai.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Mahasiswa berkumpul di Universitas Indonesia. Pengamat menilai pendidikan tinggi harus memiliki visi keterjangkauan dan berkeadilan.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Mahasiswa berkumpul di Universitas Indonesia. Pengamat menilai pendidikan tinggi harus memiliki visi keterjangkauan dan berkeadilan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, mengatakan, pendidikan tinggi harus memiliki visi keterjangkauan dan berkeadilan. Uang pangkal yang tinggi pada seleksi jalur mandiri membuat visi berkeadilan dan keterjangkauan tersebut menjadi hilang.

“Uang pangkal itu harusnya dihilangkan. Untuk apa bikin uang pangkal? Bikin masyarakat susah masuk kan,” ujar Cecep kepada Republika.co.id lewat sambungan telepon, Jumat (7/7/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan, di perguruan tinggi harus ada visi keterjangkauan dan berkeadilan. Itu berarti masyarakat dari kelompok ekonomi manapun bisa mengenyam pendidikan tinggi dengan terjangkau. Dengan prinsip itu, biaya pendidikan tinggi seharusnya tidak boleh mahal.

“Apalagi untuk masyarakat rentan, perguruan tinggi itu punya kewajiban 20-25 persen untuk membebaskan biaya kepada kelompok-kelompok rentan,” kata Cecep.

Uang pangkal yang ada di seleksi nasional jalur mandiri berkebalikan dengan prinsip itu. Di mana, kata Cecep, uang pangkal dalam seleksi tersebut bernilai puluhan bahkan hingga ratusan juta rupiah. Hal itu menyebabkan masyarakat kecil semakin sulit untuk bisa masuk perguruan tinggi melalui seleksi jalur mandiri.

“Masyarakat kecil kan semakin tidak bisa memasuki jalur mandiri. Padahal haknya harusnya sama dengan masyarakat lain. Jadi, jalur mandiri itu kalau hanya untuk mencari uang pangkal mending ditutup saja,” ujar dia.

Terkait dengan uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal dan mengalami kenaikan, pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek seharusnya membuat regulasi dan melakukan pengawasan atas regulasi itu dengan baik. Saat ini sudah ada aturan terkait UKT, tapi harus lebih dibuat daftar biaya yang lebih mengandung prinsip berkeadilan.

“Sudah ada maksimal sekian kelompok sekian-sekian. Justru maksud saya harusnya Dikti, Kemendikbudristek membuat daftarnya itu lebih berkeadilan dan memenuhi prinsip keterjangkauan untuk masyarakat, terutama masyarakat yang tingkat ekonomi menengah ke bawah,” kata Cecep.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement