REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah warga Nias, kini giliran warga Papua yang melayangkan gugatan terkait ketentuan masa jabatan ketua umum partai politik ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK membatasi masa jabatan ketum parpol maksimal 10 tahun.
Penggugat adalah Ramos Petege dan Leonardus O Magai, yang keduanya merupakan warga Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah. Penggugat lainya adalah warga Kota Bekasi bernama Mohammad Helmi Fahrozi.
Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 2 Ayat 1b dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, yang berbunyi: "Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain".
Mereka menilai, bunyi pasal tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UUD 1945. Karena itu, mereka meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut menjadi:
“Pengurus partai politik memegang jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.
Dalam berkas gugatannya, mereka mendalilkan bahwa tidak adanya batasan masa jabatan pengurus (termasuk ketum) parpol dalam UU Partai Politik nyata telah membuat banyak pengurus dan ketum parpol menjabat lebih dari dua periode.
Mereka menjadikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai contoh ketum parpol yang sudah menjabat lebih dari dua periode. "Partai PDIP, ketua umumnya telah menjabat selama kurang lebih 24 tahun, yakni sejak tahun 1999 hingga sekarang," kata mereka dalam berkas gugatannya yang tertera di situs resmi MK, dikutip Rabu (5/7/2023).
Menurut mereka, tidak adanya batasan masa jabatan pengurus partai ini juga menimbulkan politik dinasti. Mereka menjadikan PDIP dan Partai Demokrat sebagai contoh karena kedua partai tersebut dianggap sama-sama dikelola secara turun-temurun oleh satu keluarga.