REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Toba Sejahtera Hedi Melisa mengungkapkan Luhut Binsar Pandjaitan masih memiliki saham mayoritas di perusahaan tersebut. Padahal saat ini Luhut duduk sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves).
Hal tersebut disampaikan Hedi saat ditanyai oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan terdakwa aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty pada Senin (3/7/2023). Keduanya terjerat perkara pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
"Berdasarkan akta saat ini pemegang sahamnya adalah bapak Luhut Pandjaitan sebagai majority share holders (pemegang saham mayoritas) dan David Pandjaitan sebagai minority share holders," kata Hedi dalam persidangan tersebut.
David Pandjaitan merupakan anak Luhut Binsar Pandjaitan. Pernyataan Hedi mengonfirmasi Luhut masih punya pengaruh di PT Toba Sejahtera karena jadi pemegang saham mayoritas. Walau demikian, Hedi menyatakan Luhut tak mau lagi ikut campur urusan perusahaan.
"Bapak Luhut Panjaitan selaku pemegang saham dengan tegas mengatakan urusan manajerial perusahaan sepenuhnya dilepaskan kepada manajemen dan pak Luhut tak mau lagi ikut campur dalam urusan perusahaan," ujar Hedi.
Luhut Binsar Pandjaitan sempat membantah anggapan yang menyebutnya memanfaatkan jabatan untuk berbisnis. Luhut mengklaim tak pernah memanfaatkan jabatan demi kepentingan bisnis pribadi.
Hal tersebut dikatakan Luhut ketika menghadiri sidang pemeriksaan saksi dalam kasus yang menjerat Haris dan Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Kamis (8/6/2023).
"Saya tidak punya ada bisnis apapun sejak masuk pemerintahan. Karena itu adalah contoh ketauladanan yang harus saya berikan ke anak-muda muda di kantor saya," kata Luhut dalam sidang itu.
Luhut membantah habis-habisan ketika dicecar mengenai tuduhan yang disebutkan Haris-Fatia. Dalam konten videonya, Haris-Fatia menuding Luhut berkepentingan dalam bisnis tambang di Papua.
"Saya tidak ada waktu untuk main-main. Dan janji saya nggak mau berbisnis selama jadi pejabat negara. Dan saya ingin selesaikan tugas saya sampai 2024 karena itu penting sebagai pembelajaran," ucap Luhut.
Secara khusus, Luhut ogah membenarkan terlibat dalam sejumlah perusahaan seperti PT Toba Sejahtera. "Saya tidak ingat semua lagi dan saya tidak pernah tahu dan pernah menyetujui untuk ada membuat perusahaan kegiatan bisnis di Papua," lanjut Papua.
Luhut menuding justru ada segelintir orang yang membawa-bawa namanya dalam berbagai bisnis. Pada kesempatan ini, Luhut menampik keras keterlibatan dalam bisnis. Ia bahkan menantang balik untuk membuktikannya.
"Bahwa ada orang ngaku-ngaku itu banyak. Tapi tidak pernah ada yang benar. Jadi silakan saja kalau ada alat buktinya, saya akan mengakui kalau itu ada. Tapi sepanjang yang saya tahu, saya tidak pernah ada bisnis atau memulai bisnis di Papua," ucap Luhut.
Pemeriksaan terhadap Hedi selaku saksi sempat tertunda dua kali yaitu pada saat orang tua terdakwa Fatia meninggal dunia dan saat Hedi sakit pada pekan lalu.
Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.