Jumat 23 Jun 2023 15:45 WIB

Istri Bukhori Yusuf, Korban Dugaan KDRT dan Kekerasan Seksual Kini Didampingi LBH GP Ansor

LBH GP Ansor mendesak agar Polri memprioritaskan perkara KDRT dan kekerasan seksual.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Andri Saubani
Mantan anggota Komisi VIII DPR, Bukhori Yusuf. Bukhori kini tengah tersandung kasus dugaan KDRT dan kekerasan seksual. (ilustrasi)
Foto:

Sebelumnya, Bareskrim Polri akan memeriksa sejumlah saksi-saksi pernikahan Bukhori Yusuf dengan istri keduanya inisial M. Pemeriksaan tersebut sebagai proses penyelidikan lanjutan kasus pelaporan KDRT yang diduga dilakukan oleh Bukhori.

Salah satu saksi yang rencananya yang akan diperiksa adalah inisial AL, dan seorang alim ulama yang menikahkan keduanya. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri Komisaris Besar (Kombes) Nurul Azizah menerangkan, pemeriksaan saksi-saksi tersebut dijadwalkan dalam waktu dekat ini.

Rencana tersebut, sudah dijadwalkan sejak pekan lalu oleh tim penyidikan Subdit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dirtipidum Bareskrim. “Pekan ini Subdit V PPA Dirtipidum Bareskrim akan memeriksa dan meminta keterangan saksi-saksi pernikahan selain yang sudah diperiksa sebelumnya,” kata Nurul, Selasa (20/6/2023).

Selain memeriksa saksi-saksi pernikahan, kata Nurul, tim penyidik juga akan meminta penjelasan dari pihak rumah sakit (RS). “Permintaan keterangan juga dilakukan dengan berkordinasi dengan pihak RS,” kata Nurul menambahkan.

Namun, Nurul tak menjelaskan permintaan keterangan dari RS tersebut, apakah terkait dengan pembuktian terjadinya kekerasan terhadap korban M. Atau pembuktian lainnya. Namun informasi dari tim penyidikan di Bareskrim Polri pemeriksaan saksi-saksi tersebut dilakukan salah-satunya terhadap inisial AL.

“AL adalah adik dari terlapor BY yang menjadi salah-satu saksi dari pernikahan pihak terlapor dengan pelapor (korban) M,” ujar sumber tersebut.

Pengacara BY Ahmad Mihdan kepada Republika menyampaikan, belum mengetahui rencana pemeriksaan saksi-saksi pernikahan dari pihak kliennya tersebut. Karena dikatakan dia, belum ada surat resmi pemanggilan yang diterima oleh pihaknya.

Namun menurut dia, pihak kliennya bersedia memberi keterangan jika diminta oleh kepolisian. “Sampai saat ini, dari (pihak) Pak BY belum ada mengabarkan untuk diminta keterangannya oleh penyidik (kepolisian). Tetapi, kami siap untuk memberikan keterangan,” kata Mihdan, Selasa (20/6/2023). 

Mihdan pun mengatakan, pemeriksaan saksi-saksi pernikahan antara BY dan M tersebut memang perlu dilakukan. Karena dikatakan dia, hal itu untuk menguji kedudukan hukum M sebagai pelapor KDRT yang diduga dilakukan oleh BY.

“Kalau memang ada pemeriksaan saksi-saksi pernikahan oleh kepolisian, langkah seperti itu bagus menurut kami. Karena selama ini, klien kami menilai pelapor itu (M) tidak memiliki legal standing untuk melaporkan dugaan KDRT yang dilakukan oleh Pak BY,” ujar Mihdan.

Akan tetapi, Mihdan mengakui M memang istri kedua BY yang dinikahi dengan cara agama atau siri. Mihdan menjelaskan, pernikahan siri antara BY dan M itu tak tercatatkan di catatan sipil. Karena itu, menurut dia, pelaporan KDRT yang dilakukan M terhadap BY tak sesuai.

“Karena dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga itu, acuannya adalah pernikahan yang dicatatkan di dalam catatan sipil. Sementara pernikahan Pak BY dengan pelapor ini (M), hanya dilakukan secara syari’i, yang itu memang sah secara agama. Tetapi tidak tepat kekerasan itu dilaporkan sebagai KDRT. Karena pelapor (M) bukan istri yang sah secara hukum negara,” kata Mihdan.

Terkait pernikahan siri antara Bukhori dan M, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengatakan, tak menghalangi penjeratan sangkaan KDRT terhadap terduga pelaku. Komnas Perempuan dalam rekomendasi kepada Kepala Bareskrim Polri, 30 Mei 2023 lalu mengatakan, dalam penuntasan kasus dugaan KDRT terhadap pasangan pernikahan siri sudah dasar hukumnya mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 46/PUU-VIII/2010. Disebutkan dalam putusan tersebut, pencatatan hanya menjadi kewajiban administratif dalam pembuktian terjadinya suatu pernikahan berdasarkan undang-undang.

“Oleh sebab itu nikah yang tidak tercatat (nikah siri) sudah sepatutnya tidak mengalangi negara dalam penegakan hukum terkait penghapusan KDRT,” demikian keterangan resmi dari Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan juga mengatakan, putusan MK tersebut, pun sudah berjalan dengan adanya yurisprudensi pada kasus KDRT yang terjadi dengan pasangan siri. Yurisprudensi tersebut tertuang dalam putusan nomor 1683/PID.B/2017/PN.BKS.

“Di mana pernikahan antara terdakwa dan korban sudah tinggal dalam satu rumah,” begitu kata Komnas Perempuan.

 

photo
Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement