Selasa 20 Jun 2023 14:34 WIB

Bukan Hanya Bawaslu, KPU Juga Terancam Kehilangan 7.551 Pegawai Akibat Penghapusan Honorer

MenpanRB mengaku sedang menyiapkan jalan tengah untuk honorer KPU dan Bawaslu.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027, Parsadaan Harahap.
Foto:

Sebelumnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengeluhkan kebijakan Pemerintah yang hendak menghapus tenaga honorer pada 28 November 2023, tepat saat masa kampanye Pemilu 2024 dimulai. Sebab, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.

Bagja mengatakan, ketika 7.000 tenaga honorer itu di-PHK, maka di setiap Bawaslu kabupaten/kota hanya akan tersisa delapan atau 10 PNS. Dengan jumlah pegawai yang amat minim, tentu tidak mungkin Bawaslu bisa mengarahkan mereka untuk mengawasi praktik politik uang saat masa kampanye Pemilu 2024.

Bagja mengaku telah mengirimkan surat kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Anas untuk memastikan apakah pegawai honorer Bawaslu akan ikut dihapuskan atau tidak. Surat dikirimkan sekitar beberapa bulan yang lalu. Namun, hingga kini belum ada balasan.

Bagja berharap Pemerintah mempertahankan tenaga honorer Bawaslu karena keberadaan mereka dibutuhkan sekali untuk mengawasi Pemilu 2024. Caranya bisa dengan memperbanyak formasi PPPK untuk Bawaslu atau dengan cara lainnya. "Kita ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019," kata Bagja kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (16/6/2023).

Merespons keluhan Bawaslu tersebut, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas menyebut pihaknya sedang menyiapkan solusi jalan tengah untuk mengatasi persoalan tenaga honorer ini. Sebab, saat ini total ada 2,4 juta tenaga honorer di semua instansi di seluruh Indonesia. Adapun pemerintah sudah membuat kebijakan untuk menghapus keberadaan tenaga honorer pada 28 November 2023, atau lima bulan dari sekarang.

Azwar menjelaskan, solusi jalan tengah itu akan berupa kebijakan yang menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah masif terhadap tenaga honorer. Pada saat bersamaan, solusi jalan tengah itu menghindari pembengkakan penggunaan anggaran negara untuk membayar gaji pegawai.

"Nanti akan ada kebijakan. Termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal, tapi tidak ada pembengkakan anggaran. Kita mencarikan solusi jalan tengah," kata Azwar, Senin (19/6/2023),

Untuk diketahui, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan bahwa ASN hanya ada dua jenis, yakni PNS dan PPPK. Sebagai tindak lanjut, Presiden Jokowi membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dalam PP tersebut, dinyatakan bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun waktu lima tahun sejak beleid tersebut diundangkan. Regulasi tersebut diundangkan pada 28 November 2018 sehingga masa tenggat pengangkatan PPPK adalah 28 November 2023. Dengan demikian, sisa pegawai honorer yang belum menjadi PPPK harus diberhentikan pada tanggal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement