REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK–Wakil Ketua Majelis Syuro Dewan Dakwah Islamiyah Kota Depok, Ustaz Nuim Hidayat, mengatakan sosok wali kota haruslah orang yang pernah tinggal di Depok. Poin ini penting agar seorang kepala daerah memahami benar masalah yang ada di wilayahnya.
"Jadi yang terpenting itu dia (wali kota) minimal pernah tinggal di Depok, misal setahun atau dua tahun. Itu penting untuk memahami kondisi masyarakat Depok. Jadi tahu isu masalah di Depok," kata Ustadz Nuim Hidayat, Sabtu (17/6/2023).
Menurut dia, dengan tinggal di Depok selama waktu tertentu, seseorang akan lebih memahami isu atau masalah yang berkembang di daerahnya. "Orang itu harus mengerti tentang potensi ekonomi di Depok, kemudian juga kondisi masyarakatnya, tingkat pendidikan masyarakatnya, keadaan kehidupan masyarakatnya apakah religius atau tidak, apakah misalnya mereka selama ini hidup rukun atau tidak," katanya.
Anggota MUI Kota Depok ini menekankan pentingnya pengetahuan terkait masalah-masalah daerah bagi seorang calon wali kota. Namun, ia tidak mempermasalahkan asal atau sosok cawalkot tersebut dari daerah mana.
"Kalau menurut konstitusi kita, UUD 45 itu kan tidak ada keharusan, harus dari wilayah setempat. Orang dari Jawa boleh jadi gubernur di Sumbar atau Kalimantan, itu kan bebas. Juga orang luar boleh menjadi wali kota Depok, jadi tidak ada keharusan," tuturnya.
Adapun terkait pencalonan Kaesang yang ramai dibicarakan, ia menilai akan ada masalah jika Kaesang Pangarep tetap dipaksakan maju pada Pilkada Depok 2024. Sosok Kaesang disebut belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin daerah ini.
Menurut dia, Kaesang baru memiliki pengalaman memimpin bisnisnya sendiri yang disebut Ustadz Nuim tidak berkembang secara alami. Bisnis Kaesang dinilainya maju dari banyak bantuan orang lain, bukan murni dari kerja kerasnya sendiri.
"Makanya saya lihat dia kalau dia dipaksakan jadi wali kota Depok, akan jadi masalah. Karena dia menyelesaikan masalah bisnisnya saja belum mampu, apalagi masalah yang lebih luas, semisal ekonomi, pendidikan. Saya kira dia masih terlalu muda belum cukup matang," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Depok, Kiai Achmad Solechan, tidak mempermasalahkan asal daerah Cawalkot Depok di Pilkada 2024 mendatang. Menurut dia, siapa pun bisa maju di kontestasi tersebut jika memiliki niat untuk mengubah kota ini menjadi lebih baik.
"Semua warga, bahkan dari manapun warga negara yang ingin membangun Kota Depok. (Tidak mempermasalahkan) kalau memang ingin membangun kota ini menjadi lebih baik," kata Kiai Solechan kepada Republika.co.id, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: Mengapa Tuyul Bisa Leluasa Masuk Rumah? Ini Beberapa Penyebabnya
Kiai Solechan mengatakan, sosok pemimpin Kota Depok yang akan datang diharapkannya adalah yang mampu membuat perubahan. Terutama dalam upaya menghapus intoleransi yang selama ini menjadi isu berlarut-larut di daerah penyangga Ibu kota tersebut.
Depok disebutnya mempunyai peluang untuk menjadi contoh bagi daerah-daerah lain, terutama dalam menciptakan toleransi di masyarakat. Hal ini lantaran Depok adalah kota heterogen yang memiliki berbagai macam suku hingga keyakinan.
Dia juga mengimbau agar warga NU tetap menjaga kondusivitas selama kontestasi Pileg, Pilpres hingga Pilkada di 2024. Terutama kontestasi pilkada yang suasana panasnya telah terasa jauh-jauh hari.
"Yang paling pokok bagi kita adalah persatuan dan persaudaraan yang utama. Jadi apa pun risikonya nanti, kita utamakan persaudaraan dan kebersamaan sebagai anak bangsa," katanya.