Kamis 15 Jun 2023 16:47 WIB

Dua ASN MA Divonis 8 Tahun dan 4 Tahun Penjara dalam Kasus Suap Hakim Agung

Kedua terdakwa dinilai merusak citra lembaga Mahkamah Agung.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Agus raharjo
Dua ASN Mahkamah Agung Desy Yustria dan Nurmanto Akmal tengah mendengarkan vonis yang dibacakan majelis hakim pada sidang kasus dugaan suap penanganan perkara KSP Intidana yang menyeret dua hakim agung Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati di PN Bandung, Kamis (15/6/2023).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Dua ASN Mahkamah Agung Desy Yustria dan Nurmanto Akmal tengah mendengarkan vonis yang dibacakan majelis hakim pada sidang kasus dugaan suap penanganan perkara KSP Intidana yang menyeret dua hakim agung Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati di PN Bandung, Kamis (15/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Dua orang aparatur sipil negara (ASN) pada Mahkamah Agung (MA), Desy Yustria dan Nurmanto Akmal, divonis hukuman berbeda. Mereka dinilai terbukti bersalah telah menerima suap pada perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang menjerat hakim agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.

Desy Yustria divonis hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Apabila denda tidak dapat dibayar maka diganti kurungan penjara 6 bulan. Terdakwa pun diberi pidana tambahan harus membayar uang pengganti 70 ribu dolar Singapura dan Rp 78.500.000.

Baca Juga

"Mengadili, menyatakan terdakwa Desy Yustria terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar ketua majelis hakim Hera Kartiningsih saat membacakan vonis di ruang satu Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (15/6/2023).

Karena itu, menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayar diganti kurungan penjara 6 bulan serta pidana tambahan membayar uang pengganti 70 ribu dolar Singapura dan Rp 78.500.000.

"Menjatuhkan pidana penjara 8 tahun dan denda Rp 1 miliar, apabila denda tidak dibayar diganti kurungan 6 bulan. Menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti sejumlah 70 ribu dolar Singapura dan Rp 78.500.000," kata dia.

Terdakwa Nurmanto Akmal divonis hukuman penjara empat tahun enam bulan dan denda Rp 1 miliar karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Terdakwa pun diberikan pidana tambahan yaitu mengganti uang 30 ribu dolar Singapura dan Rp 57 juta.

"Mengadili, satu menyatakan terdakwa Nurmanto Akmal terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ujar hakim.

Apabila tidak dapat membayar uang pengganti, maka harta benda akan disita. Namun, jika tidak memiliki aset diganti kurungan penjara satu tahun.

"Hukuman pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan dan pidana denda Rp 1 miliar apabila tidak dibayar diganti kurungan penjara 6 bulan. Uang pengganti 30 ribu dolar Singapura dan Rp 57.500.000," tutur Hakim Hera.

Majelis hakim menyebut hal yang memberatkan keduanya tidak mendukung program pemberantasan korupsi, merusak citra lembaga MA. Sedangkan yang meringankan mereka mempunyai tanggungan keluarga.

Vonis hakim terhadap kedua terdakwa relatif lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Karena itu, selama satu pekan ke depan hasilnya akan dilaporkan ke pimpinan sekaligus merencanakan tindakan selanjutnya.

"Kami hargai putusan hakim dan pertimbangkan waktu tujuh hari untuk dimanfaatkan melaporkan ke atasan. Ada perbedaan putusan hakim dan tuntutan kepada Nurmanto dan Dest," kata Jaksa KPK Amir Nurdianto seusai sidang.

Dari tuntutan 8 tahun 10 bulan, ia mengatakan hakim memutuskan vonis 8 tahun. Selain itu pasal yang diterapkan hakim Pasal 11 dan Pasal 12a jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, terdakwa Nurmanto Akmal dari tuntutan enam tahun tiga bulan divonis menjadi empat tahun enam bulan penjara. Pasal yang digunakan hakim yaitu Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement