Rabu 14 Jun 2023 06:06 WIB

Aturan Kewajiban Lapor Sumbangan Dana Kampanye Dihapus KPU

Dihapusnya aturan itu dinilai membuka celah masuknya dana kejahatan ke peserta pemilu

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Lambang KPU (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang KPU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) khawatir uang hasil kejahatan mengalir kepada peserta Pemilu 2024 akibat kebijakan KPU yang menghapus kewajiban melaporkan sumbangan dana kampanye. Sebab, tanpa laporan tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diyakini bakal sulit melakukan pengawasan.

"Pasti (penghapusan ini membuka celah masuknya dana gelap kepada peserta pemilu), karena tidak ada lagi ruang untuk mengawasi penerima atau pemberi sumbangan dana pemilu," kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil kepada wartawan, Selasa (13/6/2023). 

Baca Juga

KPU RI diketahui tidak memuat pasal yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dalam rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye. Komisi II DPR RI pada akhir Mei 2023 lalu menyetujui rancangan peraturan tersebut.

Beleid itu akan segera diundangkan. Padahal, pasal yang mewajibkan LPSDK selalu ada dalam regulasi KPU pada setiap gelaran pemilu dan pilkada sejak tahun 2014.

Ketika LPSDK resmi dihapuskan, maka semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan sumbangan kampanye kepada KPU segera setelah dana diterima selama masa kampanye. Peserta pemilu hanya wajib menyampaikan dana sumbangan yang diterimanya dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan laporan akhir yang dinamakan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). 

Fadli menjelaskan, dana hasil kejahatan akan mudah mengalir kepada peserta pemilu karena tidak ada lagi instrumen pelaporan, yakni LPSDK. Padahal, sumbangan dana kampanye banyak mengalir saat masa kampanye. 

Dia pun meragukan klaim Bawaslu yang mengaku tetap bisa melakukan pengawasan dana kampanye dengan membandingkan LADK dan LPPDK. Sebab, Bawaslu tidak bisa melakukan pengawasan hanya menggunakan instrumen pelaporan awal dan akhir itu karena data pembandingnya tidak ada, yakni LPSDK yang dilaporkan di tengah tahapan kampanye. 

Fadli menambahkan, penghapusan LPSDK tidak hanya akan membuka celah masuk uang hasil kejahatan, tapi juga membuat peserta pemilu berpeluang melanggar berbagai ketentuan lainnya. Beberapa di antaranya ketentuan soal batas maksimal dana sumbangan dan larangan menerima sumbangan dari pihak asing. 

"Dengan dihapusnya instrumen LPSDK, maka Bawaslu tidak bisa mengecek peserta pemilu yang melanggar ketentuan sumbangan kampanye. Akhirnya, Bawaslu tidak bisa menjatuhkannya sanksi sebagaimana diatur dalam UU Pemilu," kata Fadli. 

Dia pun mempertanyakan apa sebenarnya motif KPU menghapus ketentuan tersebut. "Saya enggak tahu apakah penghapusan ini karena memang perspektif KPU yang bermasalah, atau ini sedang menjalankan pesan dari kekuatan politik, pesanan tertentu, saya tidak tahu," kata Fadli menambahkan. 

Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengakui bahwa penghapusan LPSDK itu akan membuat pihaknya sulit melakukan pengawasan. Kendati begitu, pihaknya tetap akan berupaya optimal mengawasi aliran dana sumbangan kampanye dengan membandingkan LADK dan LPPDK. 

Bagja pun mengungkap potensi masalah yang akan terjadi, yakni aliran dana hasil kejahatan dalam bentuk sumbangan kampanye kepada peserta pemilu. Lantaran tidak ada instrumen LPSDK, pihaknya akan mengandalkan laporan intelijen dari Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK). 

"Karena nggak mungkin dilaporkan lah dana-dana bermasalah itu, baik di LADK maupun LPPDK,” ujar Bagja, Senin (12/6/2023). Penindakannya nanti akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

KPU RI saat rapat dengan Komisi II DPR pada akhir Mei lalu, menyampaikan bahwa kewajiban pelaporan LPSDK dihapus karena instrumen tersebut tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. LPSDK dihapus juga karena sulit menempatkan jadwal penyampaiannya lantaran masa kampanye Pemilu 2024 hanya 75 hari saja ( 28 November 2023—10 Februari 2024). 

KPU juga berdalih bahwa penghapusan LPSDK dilakukan karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye bakal termuat semuanya dalam LADK dan LPPDK.

 

photo
Tiga Parpol Berpeluang Menang di Pemilu 2024 - (infografis Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement