REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendeklarasikan Pemilu 2024 ramah HAM saat lembaga tersebut genap berusia 30 tahun. Terdapat empat poin dalam deklarasi ini, yang menitikberatkan pada pemenuhan hak pilih kelompok rentan.
Empat poin deklarasi Pemilu 2024 ramah HAM itu dibacakan secara serentak oleh semua komisioner Komnas HAM, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI, perwakilan Pemerintah, dan perwakilan partai politik di halaman kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Ahad (11/6/2023). Empat poin itu juga ditandatangani oleh setiap perwakilan.
Poin pertama, menjamin pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan. Kedua, menjamin pemilu akses yang inklusif terhadap kelompok marginal-rentan.
Ketiga, mewujudkan pemilu dan pilkada serentak 2024 yang bermartabat, bebas diskriminasi, damai dan adil. Keempat, mewujudkan pemilu dan pilkada serentak 2024 yang bebas hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, pihaknya membuat deklarasi tersebut karena terdapat sejumlah hak warga negara yang harus dipenuhi dan dilindungi dalam gelaran pemilu. Terutama hak seseorang untuk bebas memilih dan dipilih.
"Komnas HAM berpandangan bahwa pemilu bukan hanya syarat legitimasi politik, lebih dari itu pemilu adalah mekanisme penting dalam pemenuhan hak konstitusional warga negara yang jadi bagian dari HAM," kata Atnike ketika memberikan sambutan dalam acara deklarasi tersebut.
Atnike mengatakan, dalam deklarasi ini, pihaknya memang memberikan perhatian lebih kepada hak kelompok marginal rentan dalam gelaran Pemilu 2024. Sebab, meski ada kesetaraan hak, tapi terdapat sejumlah warga negara maupun kelompok yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena kondisi ekonomi, jenis kelamin, profesinya, dan karena kondisinya disabilitas.
"Maka komnas ham ingin mengajak tidak hanya penyelenggara pemilu, tetapi juga partai politik dan masyarakat agar jangan sampai ada saudara-saudara kita yang tertinggal dalam pesta demokrasi," kata Atnike.
Terkait pemilu bebas diskriminasi, Atnike menyatakan bahwa regulasi maupun prosedur pelaksanaan pemilu jelas tidak ada ketentuan yang memperbolehkan praktik diskriminatif terhadap seseorang. Hanya saja, diskriminasi tetap saja muncul karena ada kondisi sosial tertentu.
Misalnya, lanjut dia, asisten rumah tangga yang tidak bisa menggunakan hak pilih, anggota keluarga yang disabilitas, pekerja migran, dan warga yang tinggal di daerah terpencil. Atnike mengajak semua pihak untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok rentan tersebut bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengaku berkomitmen menjamin hak pilih semua warga negara. Dia menyebut, sebenarnya terdapat kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak kategori rentan, tetapi sulit menggunakan hak pilihnya.
Beberapa di antaranya adalah mahasiswa dan santi pondok pesantren yang menuntut ilmu di perantauan sehingga tidak bisa memilih lantaran pemilihan dilakukan sesuai alamat KTP. Contoh lainnya adalah orang yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, termasuk keluarganya yang mendampinginya dan para petugas medis. Ada pula warga binaan di lapas.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Hasyim menyebut KPU sudah menjalin kerja sama dengan Kemenkumham, Kemenag, Kemendikbud, serta pimpinan pondok pesantren dan universitas. KPU membuat posko layanan pindah memilih agar mereka tetap bisa memilih. Lalu disiapkan TPS lokasi khusus untuk mereka di tempat masing-masing.
"Kita siapkan TPS lokasi khusus, termasuk di perkebunan-perkebunan, di wilayah tambang lepas pantai, termasuk untuk warga negara kita yang ada di luar negeri," kata Hasyim pada kesempatan sama.